Senin, 13 Maret 2017

ASKEP SISTEM RESPIRASI PENYAKIT PNEUMONIA



BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Menurut Sarwana (1996). Pneumonia adalah radang parenkim paru-paru atau infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru. Pneumonia disebabkan oleh bakteri, virus, mycoplasma pneumonia, jamur, aspirasi, pneumonia hypostatic, dan sindrom weffer.
Gejala penyakit ini berupa nafas cepat dan nafas sesak, karena paru meradang secara mendadak. Pneumonia sering terjadi pada anak usia 2 bulan – 5 tahun, pada usia dibawah 2 bulan pneumonia berat ditandai dengan frekuensi pernafasan sebanyak 60 kali/menit juga disertai penarikan kuat pada dinding dada sebelah bawah kedalam. Pada usia 2 bulan sampai kurang dari 1 tahun, frekuensi pernafasan sebanyak 50 kali/menit dan pada usia 1 tahun sampai kurang dari 5 tahun frekuensi pernafasan sebanyak 40 kali/menit.
Pneumonia berat ditandai dengan adanya gejala seperti anak tidak bisa minum atau menelan, selalu memuntahkan semuanya, kejang,dan terdapat tarikan dinding dada kedalam dan suara nafas bunyi krekels (suara nafas tambahan pada paru) saat inspirasi.
Kasus terbanyak terjadi pada anak dibawah 3 tahun dan kematian terbanyak pada bayi yang berusia kurang dari 2 bulan. Apabila anak diklasifikasikan menderita pneumonia berat di puskesmas atau balai pengobatan, maka anak perlu segera dirujuk setelah diberi dosis pertama antibiotik yang sesuai.



B.   Rumusan Masalah
1.      Apa definisi penyakit pneumonia ?
2.      Apa etiologi penyakit pneumonia ?
3.      Bagaimana patofisiologi penyakit pneumonia ?
4.      Bagaiamana manifestasi klinik penyakit pneumonia ?
5.      Bagaimana pemeriksaan diagnostik penyakit pneumonia ?
6.      Bagaimana penatalaksaan penyakit pneumonia ?
7.      Bagaimana pathway penyakit pneumonia ?
8.      Bagaimana asuhan keperawatan penyakit pneumonia ?
C. Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui definisi penyakit pneumonia.
2.      Untuk mengetahui etiologi penyakit pneumonia.
3.      Untuk mengetahui patofisiologi penyakit pneumonia.
4.      Untuk mengetahui manifestasi klinik penyakit pneumonia.
5.      Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik penyakit pneumonia.
6.      Untuk mengetahui penatalaksaan penyakit pneumonia.
7.      Untuk mengetahui pathway penyakit pneumonia.
8.      Untuk mengetahui asuhan keperawatan penyakit pneumonia.






BAB II
KONSEP MEDIS
A.     Pengertian Pneumonia
Pneumonia merupakan peradangan akut parenkim paru yang biasanya berasal dari suatu infeksi. (Price, 1995)
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan menimbulkan gangguan pertukaran gas setempat. (Zul, 2001)
Bronkopneumonia digunakan untuk menggambarkan pneumonia yang mempunyai pola penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi didalam bronki dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya. Pada bronkopneumonia terjadi konsolidasi area berbercak. (Smeltzer,2001).
Pneumonia didefinisikan sebagai inflamasi/peradangan pada parenkim paru, yang dicirikan oleh konsolidasi bagian-bagian yang terkena dan terisinya rongga alveolus oleh eksudat, sel-sel radang dan fibrin. Kebanyakan kasus pneumonia disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, dan dapat juga disebabkan oleh inhalasi bahan kimia, trauma pada dinding dada atau agen-agen infeksius lainnya seperti riketsia, fungi.
Pneumonia lobaris, yaitu pneumonia focal yang melibatkan satu/beberapa lobus paru. Bronkus besar umumnya tetap berisi udara sehingga memberikan gambaran air-bronchogram. Konsolidasi yang timbul merupakan hasil dari cairan edema yang menyebar melalui pori-pori Kohn. Penyebab terbanyak pneumonia lobaris adalah Streptococcus pneumoniae. Secara histopatologi, pada pneumonia lobaris terdapat empat fase yaitu fase kongesti, hepatisasi merah, hepatisasi kelabu dan resolusi. (Esther, Monica S. 2002)
Bronkopneumonia, disebut juga pneumonia multifocal merupakan pneumonia dengan gambaran berbercak dengan penebalan peribronchial. Bercak-bercak tersebut berukuran hingga 3-4 cm, batas tidak jelas dan terdiri dari eksudat yang kaya akan leukosit dan supuratif. Keadaan ini dapat berlanjut dengan melibatkan konsolidasi bronkiolus terminalis, respiratorik dan alveolus sehingga bercak-bercak hampir memenuhi seluruh lobus. Tidak seperti pneumonia lobaris, pada bronkopneumonia tidak ditemukan gambaran air-bronchogram. (Sandra, M, Netina. 2001)

B.     Etiologi Pneumonia
Pneumonia bisa diakibatkan adanya perubahan keadaan pasien seperti gangguan kekebalan dan penyakit kronik, polusi lingkungan, dan penggunaan antibiotik yang tidak tepat hingga menimbulkan perubahan karakteristik pada kuman. Etiologi pneumonia berbeda-beda pada berbagai tipe dari pneumonia, dan hal ini berdampak kepada obat yang akan di berikan. Mikroorganisme penyebab yang tersering adalah bakteri, yang jenisnya berbeda antar Negara, antara suatu daerah dengan daerah yang lain pada suatu Negara, maupun bakteri yang berasal dari lingkungan rumah sakit ataupun dari lingkungan luar. Karena itu perlu diketahui dengan baik pola kuman di suatu tempat.

Pneumonia yang disebabkan oleh infeksi antara lain :
1.      Bakteri
Agen penyebab pneumonia di bagi menjadi organisme gram-positif atau gram-negatif seperti : Steptococcus pneumonia (pneumokokus), Streptococcus piogenes, Staphylococcus aureus, Klebsiela pneumoniae, Legionella, hemophilus influenzae.
2.      Virus
Influenzae virus, Parainfluenzae virus, Respiratory, Syncytial adenovirus, chicken-pox (cacar air), Rhinovirus, Sitomegalovirus, Virus herves simpleks, Virus sinial pernapasan, hantavirus.
3.      Fungi
Aspergilus, Fikomisetes, Blastomises dermatitidis, histoplasma kapsulatum.Selain disebabkan oleh infeksi, pneumonia juga bisa di sebabkan oleh bahan-bahan lain/non infeksi.

C.    Patofisiologi
Paru merupakan struktur kompleks yang terdiri atas kumpulan unit yang dibentuk melalui percabangan progresif jalan napas. Saluran napas bagian bawah yang normal berada dalam keadaan steril, walaupun bersebelahan dengan sejumlah besar mikroorganisme yang menempati orofaring dan terpajan oleh mikroorganisme dari lingkungan di dalam udara yang dihirup. Sterilisasi seluruh napas bagian bawah ini adalah hasil mekanisme penyaringan yang efektif oleh organ-organ pernapasan sebelah atas. Tubuh sebenarnya akan langsung mengaktifkan mekanisme pertahanan saat terjadi inhalasi bakteri mikrioorganisme penyebab pneumonia maupun akibat penyebaran secara hematogen dari tubuh dan aspirasi melalui orofaring. Tubuh pertama kali akan melkukan mekanisme pertahan primer dengan meningkatkan respons radang.
Timbulnya hepatisasi merah dikarenakan perembesan eritrosit dan beberapa leukosit dari kapiler paru-paru. Pada tingkat lanjut, aliran darah menurun sehingga aveoli penuh dengan leukosit dan relatif sedikit eritrosit. Kuman Pnemococcus difagasit oleh leukosit dan sewaktu resolusi berlangsung magrofag masuk ke dalam tahap hepasisasi abu-abu dan tampak berwarna abu-abu kekuningan. Secara perlahan,sel darah merah yang mati dan eksudat fibrin dibuang dari alveoli. Terjadi resolusi sempurna paru kembali menjadi normal tanpa kehilangan kemampuan dalam pertukaran gas. Pneumonia aspirasi dapat disebabkan oleh infeksi kuman, pneumonitis kimia akibat aspirasi bahan toksis. Penyakit ini juga bisa diakibatkan oleh aspirasi cairan inert, misalnya cairan makanan atau lambung, edema paru, dan obstruksi mekanik simpel oleh bahan padat. (Corwin, Elizabeth J.2001)

D.    Manifestasi Klinik
Masa inkubasi 9 hari sampai 21 hari, biasanya 12 hari, sekitar 2-50% pasien mempunyai gejala infeksi saluran pernafasan atas yang ditandai dengan tenggorokan dan gejala nasal pada waktu permulaan pneumonia. Gejala dini yang khas adalah demam, menggigil, batuk dan sakit kepala rasa tidak enak badan, nyeri tenggorokan, nyeri dada, sakit telinga (Soeparman, 1999:709)
Sedangkan menurut Donna L Wong (1995:1400) manifestasi klinis pada pneumonia sebagai berikut :
  1. Demam, biasanya demam tinggi
  2. Nyeri dada
  3. Batuk, batuk tidak produktif sampai produktif dengan sputum yang berwarna keputihan
  4. Takipnea, sianosis
  5. Suara nafas rales atau ronki
  6. Pada perkusi terdengar dullness
  7. Retraksi dinding thorak
  8. Pernafasan cuping hidung    
E.     Pemeriksaan Diagnostik
1.      Pemeriksaan Laboratorium
Biasanya didapatkan jumlah leukosit 15.000-40.000 per mm dalam keadaan leukoponia. Laju endap darah biasanya meningkat hingga100 mm/jam. Sebaiknya, diusahakan agar biakan dibuat dari sputum saluran pernapasan bagian bawah.
2.      Pemeriksaan Radiologis
Sebaiknya, dibuat foto toraks posterior, anteroir, dan lateral untuk melihat keberadaan konsodilasi rentrokadial. Hal ini untuk memudahkan dalam mengenali lobus mana yang terkena, karena setiap lobus memiliki kemungkinan untuk terkena. Gambaran konsidilasi tidak selau mengisi seluruh lobus, karena muali dari perifer, gambaran konsidilasi hampir selalu berbatasan dengan permukaan pleura viseralis. Gambaran radiologi yang tidak khas kadang-kadang bisa ditemukan pada bronkitis menahun dan emfisema.
3.      Foto Rontgen Dada (Chest X Ray)
Melalui foto sinar-x, teridentifikasi penyebaran gejala, misalnya pada lobus dan bronchial. Foto dapat juga menunjukan multiple abseslinfulrate , empiema (Staphylococcus), penyebaran atau lokasi infiltrasi (bakteri), atau penyebaran ekstentif nodul infilrate (sering kali vital). Pada pneumonia Mycosplasma, gambaran foto rongten dada mungkin bersih.

F.     Penatalaksanaan Medik
1.      Pasien diposisikan dalam posisi fowler dengan sudut 45 derajat. Kematian sering kali berhubungan dengan hipotensi, hipoksia, aritma, kordis, dan tekanan susunan saraf pusat. Oleh karena itu, penting unuk dilakukan pengaturan keseimbangan cairan elektrolit dan asam basa dengan baik. Pemberian O2 yang memadai dapat mencegah hiposia selular.
2.      Untuk mencegah hilangnya volume cairan tubuh secara umum, dapat diguanakan bronkolidator untuk memperbaiki pengeluaran sekresi dan distribusi ventilasi. Jika hipotensi terjadi cepat, atasi hipoksemia arteri dengan cara memperbaiki volume intravaskular dan melakukan dekompresi lambung.
3.      Pemberian antibiotik terpilih, seperti penisilin, bisa diberiakn secara intramuscular. Penisilin diberikan sekurang-kurangnya seminggu sampai pasien tidak mengalami sesak napas lagi dan tidak ada komplikasi lain dengan abses paru.
4.      Pemberian sefalopsorin kepada pasien yang alergi terhadap penisilin harus dilakukan dengan hati-hati, karena dapat menyebabkan reaksi hipersensitif silang, tertutama dari tipe analfilaksis. (Baradero, Mary. 2008)    
  
G.    Pathway


 
   

 















 











 
 








BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A.    Pengkajian
Data dasar pengkajian pasien:
1.      Identitas pasien

Seperti : nama, umur, jenis kelamin, status, agama, dan pekerjaan.
2.       Aktivitas/istirahat
Gejala : kelemahan, kelelahan, insomnia
Tanda : letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas.
Gejala : riwayat penyakit pneumonia
Tanda : takikardia, penampilan kemerahan, atau pucat
Makanan/cairan
Gejala : kehilangan nafsu makan, mual, muntah
Tanda : distensi abdomen, kulit kering dengan turgor buruk, penampilan kakeksia (malnutrisi)
3.      Neurosensori
Gejala : sakit kepala daerah frontal (influenza)
Tanda : perusakan mental (bingung)

4.      Nyeri/kenyamanan
Gejala : sakit kepala, nyeri dada (meningkat oleh batuk), imralgia, artralgia.
Tanda : melindungi area yang sakit (tidur pada sisi yang sakit untuk membatasi gerakan)
5.      Pernafasan
Gejala : adanya riwayat ISK (infeksi saluran kemih) kronis, takipnea (sesak nafas), dispnea.
Tanda :
1). Sputum: merah muda, berkarat
2). Perpusi: pekak datar area yang konsolidasi
3). Bunyi nafas menurun
4). Warna: pucat/sianosis bibir dan kuku

B.   Diagnosa Keperawatan
1.      Ketidakeektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan inflamasi trakheobronkial, pembentukan edema, dan peningkatan produksi sputum (pleuritic pain atau timbulnya rasa nyeri saat bernapas)
2.      Gangguan pertuakaran gas yang berhubungan dengan perubahan membran alveolar kapiler (efek inflamasi) dan gangguan kapasitas pengangkutan oksigen dalam darah (karena demam maupun perubahan kurva oksihemoglobin)
3.      Risiko infeksi yang berhubungan dengan tidak memadainya mekanisme pertahanan tubuh primer (penurunan aktivitas silia, sekresi, stasis di saluran napas), tidak memadainyamekanisme pertahanan tubuh sekunder(infeksi, imunosupresi), penyakit kronis, dan malnutrisi
4.      Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan tidak seimbangnya persendian dan kebutuhan oksigen, kelemahan fisik yang umum, kelelahan karena gangguan pola tidur akibat munculnya ketidaknyamanan, batuk produktif, dan dipsnea.(Suyono, 2001).
     
 
C.    Internvensi

1.      Bersihan jalan napas tidak efektif berkaitan dengan inflamasi trakheobronkial, pembentukan edema, dan peningkatan produksi sputum (pleuritic pain atau timbulnya rasa nyeri saat bernapas).
Tujuan : jalan napas bersih dan efektif
Kriteria hasil :
1). Secara verbal tidak ada keluhan sesak
2). Suara napas normal (vesicular)
3). Sianosis berkurang
4). Batuk berkurang
5). Jumlah pernapasan dalm batas normal sesuai usia
Intervensi :
1). Kaji jumlah atau kedalaman pernapasan dan pergerakan dada.
Rasional: evaluasi awal untuk melihat kemajuan dari hasil intervensi yang telah dilakukan
2). Auskultasi daerah paru, catat area yang menurun/tidak    adanya aliran udara, dan adanya suara napas tambahan seperti crakles (bunyi yang berkelainan, terputus-putus akibat penundaan pembukaan kembali jalan napas yang menutup) dan wheezes (mengi).
Rasional : penuruanan aliran udara timbul pada area yang terkonsolidasi dengan cairan. Suara napas bronchial juga dapat terdengar.
3). Elevasi kepala, sering mengubah posisi
Rasioanal: diafragma yang lebih rendah akan membantu dalam meningkatkan ekspansi dada, pengisian udara, mobilisasi, dan ekspetorasi dari sekresi.
4). Bantu pasien melakukan latihan napas dalam. Dokumentasikan atau bantu pasien belajar untuk batuk.
Rasioanal : napas dalam akan memfasilitasi ekspansi maksimum paru-paru/saluran udara kecil.
5). Lakukan suction sesuai indikasi
Rasional : stimulasi batuk untuk pembersihan saluran napas secara mekanis pada pasien yang tidak dapat melakukannya dikarenakan ketidakefektifan batuk atau penuruan kesadaran...
6). Berikan cairan 2.500 ml/hari (jika ada kontraindikasi), terutama berikan air hangat.
Rasional : cairan (terutama cairan hangat) akan membantu memobilisasi dan mengekspetorasi lendir.
7). Kaji efek dari pemberian nebulizer dan fisioterapi pernapasan lainnya.
Rasional : memfasilitasi pencairan dan pengeluaran secret.
2.      Gangguan pertuakaran gas yang berkaitan dengan perubahan membran alveolar kapiler (efek inflamasi) dan gangguan kapasitas pengangkutan oksigen dalam darah (karena demam maupun perubahan kurva oksihemoglobin).
Tujuan : pertukaran gas dapat teratasi

Kriteria hasil :
1). Keluhan dpsnea berkurang
2). Denyut nadi dalam rentang normal dan irama regular
3). Kesadaran penuh
4). Hasil nilai AGD (arteri gas darah) dalam batas normal
Intervensi :
1). Observasi warna kulit, membran mukosa dan kuku, dan cacat adanya sianosis perifer (kuku) atau sianosis pusat (sirkumonal)
Rasional : sianosis pada kuku menggambarkan vasokontiksi atau respons tubuh terhadap demam.
2). Kaji status mental.
Rasional: kelemahan, mudah tersinggung, bingung dan keinginan kuat untuk tidur terus, dapat merefleksikan adanya hipoksemia/penurunan oksigenisasi serebral.
3). Monitor denyut/irama jantung
Rasional : takikardia biasanya timbul sebagai alat hasil dari demam atau dehidrasi, tetapi dapat juga sebagai respons terhadap hipoksemia.
4). Monitor suhu tubuh atas indikasi. Lakukan tindakan-tindakan untuk mengurangi demam dan menggigil
Rasional : demam tinggi (biasanya pada pneumonia bakteri dan influenza) akan meningkatkan kebutuhan metabolik dan konsumsi oksigen serta mengubah oksigenisasi selular.
5). Pertahankan tirah baring (bed rest). Anjurkan un tuk menggunakan teknik relaksasi dan aktivitas disversi(hiburan)
Rasional : pilihan ini dapat mencegah kelelahan dan mengurangi konsumsi oksigen untuk memfasilitaskan resolusi infeksi
6). Elevasi kepala dan anjurkan perubahan posisi, napas dalam, dan batuk efektif
Rasional : tindakan ini akan meningkatkan inspirasi maksimal, mempermudah ekspektorasi lendir untuk meningkatkan ventilasi
7). Kaji tingkat kecemasan pasien. Anjurkan kepadanya untuk menceritakan perasaannya secara verbal.
Rasional : kecemasan merupakan manifestasi dari psikologis sebagai respons fsiologis terhadap hipoksia.
8). Berikan terapi oksigen sesuai kebutuhan, misal nasal prong dan masker
Rasional : pemberian terapi oksigen untuk memelihara Pa O2 di atas 60 mmHg, oksigen yang diberikan sesuai dengan toleransi dari pasien.
3.      Risiko infeksi yang berkaitan dengan tidak memadainya mekanisme pertahanan tubuh primer (penurunan aktivitas silia, sekresi, stasis di saluran napas), tidak memadainyamekanisme pertahanan tubuh sekunder(infeksi, imunosupresi), penyakit kronis, dan malnutrisi.
Tujuan: risiko infeksi tidak terjadi selama masa perawatan
Kriteria hasil :
1).Tidak muncul tanda-tanda infeksi sekunder
2).Pasien dapat mendemonstrasikan kegiatan untuk menghindarkan infeksi
Intervensi :
1). Monitor tanda-tanda vital, terutama selama proses terapi
Rasional : selama periode ini, penyakit berpotensi berkembang menjadi komplikasi yang lebih fatal, sehingga benar-benar dimonitor
2). Demonstrasikan teknik mencuci yang benar
Rasional : tindkan ini sangat efektif untuk mengurangi penyebaran infeksi
3). Ubah posisi dan berikan pulmonary toilet yang baik
Rasional : meningkatkan ekspektorasi (pengeluaran lendir dan dahak) untuk membersihkan dari infeksi
4). Batasi pengunjung atas indikasi
Rasional : mengurangi paparan dengan kuman patogen yang lain
5). Lakukan isolasi sesuai dengan kebutuhan individual
Rasional : isolasi mungkin dapat mencegah penyebaran atau memproteksi pasien dari proses infeksi lainnya
6). Anjurkan pasien untuk istirahat secara memadai sebanding dengan aktivitasnya
Rasional : memfasiliatasi proses penyembuhan dan peningkatkan pertahanan tubuh alami
7). Monitor keefektifan terapi antimikrobial
Rasional : tanda-tanda perbaikan kondisi seharusnya muncul antara 24-48 jam
8). Berikan obat antimikroba atas indikasi sebagai hasil dari pemerikasaan kultur sputum/darah
Rasional : obat-obat ini digunakan untuk membunuh mikroba penyebab pneumonia
4.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tidak seimbangnya persendian dan kebutuhan oksigen, kelemahan fisik yang umum, kelelahan karena gangguan pola tidur akibat munculnya ketidaknyamanan, batuk produktif, dan dipsnea.
Tujuan : aktivitas dapat terpenuhi selama perawatan
Kriteria hasil :
1). Mampu melaporkan kondisinya secara verbal, kekuatan otot meningkat, dan tidak ada perasaan kelelahan
2). Tidak ada sesak napas
3). Denyut nadi dalam batas normal
4). Tidak muncul sianosis
Intervensi :
1). Evaluasi respons pasien terhadap aktivitas
Rasional : memberikan kebutuhan pasien dan memfasilitasi dalam pemilihan intervensi
2). Berikan lingkungan yang nyaman dan batasi pengunjung selama fase akut atas indikasi
Rasional : mengurangi stres dan stimulasi yang  berlebihan, serta meningkatkan istirahat
3). Jelaskan pentingnya beristirahat dalam rencana terapi dan perlunya keseimbangan antara aktivitas dengan istirahat
Rasional : tirah baring (bed rest) dapat menjaga kondisi pasien selama fase akut
4). Bantu pasien dalam mengambil posisi yang nyaman untuk beristirahat dan atau untuk tidur
Rasional : pasien mungkin merasakan lebih nyaman di kepala jika dia berdad dalam keadaan elevasi
5). Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan perawatan diri (self care) berikan aktivitas yang dapat meningkatkan kesehatan diri selama fase penyembuhan
Rasional : meminimalkan kelelahan dan menolong menyeimbangkan suplai oksigen dan kebutuhan








BAB IV
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Pneumonia didefinisikan sebagai inflamasi/peradangan pada parenkim paru, yang dicirikan oleh konsolidasi bagian-bagian yang terkena dan terisinya rongga alveolus oleh eksudat, sel-sel radang dan fibrin. Kebanyakan kasus pneumonia disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, dan dapat juga disebabkan oleh inhalasi bahan kimia, trauma pada dinding dada atau agen-agen infeksius lainnya seperti riketsia, fungi.
Pneumonia merupakan bentuk utama yang menimbulkan angka kesakitan dan kematian yang tinggi serta kerugian produkifitas kerja. Pneumonia dapat terjadi secara primer atau merupakan tahap lanjutan manifestasi lainnya, misalnya sebagai perluasan bronkiektasis yang terinfeksi.
Pneumonia dapat berupa pneumonia yang terjadi di masyarakan dan pneumonia nosokomial yang terjadi di rumah sakit. Penyakit ini menyebabkan angka kematian yang tinggi diantara pasien terutama yang terinfeksi di ICU. Berbagai aspek penyakit ini pelu dipahami untuk dapat mengatasinya dengan baik.
B.     Saran
Adapun saran dari kami yaitu, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca khususnya bagi kami  penulis sendiri. Dan kami sangat mengharapkan kritik  dan saran yang membangun  dari para pembaca maupun dosen pembimbing mata kuliah ini. Agar makalah  ini lebih mendekati kesempurnaan.


DAFTAR PUSTAKA rta
——–. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 2. FKUI: Media Aesculapius.
Dorland, W.A Newma. 2006. Kamus Kedokteran Dorland, Edisi   29. Jakarta: EGC.
Guyton. 2003. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 9. EGC: Jakarta
Behrman. 2006. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Edisi 15. EGC: Jakarta
       


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar