BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut Sarwana (1996). Pneumonia
adalah radang parenkim paru-paru atau infeksi akut yang mengenai jaringan
paru-paru. Pneumonia disebabkan oleh bakteri, virus, mycoplasma pneumonia,
jamur, aspirasi, pneumonia hypostatic, dan sindrom weffer.
Gejala penyakit ini berupa nafas
cepat dan nafas sesak, karena paru meradang secara mendadak. Pneumonia sering
terjadi pada anak usia 2 bulan – 5 tahun, pada usia dibawah 2 bulan pneumonia
berat ditandai dengan frekuensi pernafasan sebanyak 60 kali/menit juga disertai
penarikan kuat pada dinding dada sebelah bawah kedalam. Pada usia 2 bulan
sampai kurang dari 1 tahun, frekuensi pernafasan sebanyak 50 kali/menit dan
pada usia 1 tahun sampai kurang dari 5 tahun frekuensi pernafasan sebanyak 40
kali/menit.
Pneumonia berat ditandai dengan
adanya gejala seperti anak tidak bisa minum atau menelan, selalu memuntahkan
semuanya, kejang,dan terdapat tarikan dinding dada kedalam dan suara nafas
bunyi krekels (suara nafas tambahan pada paru) saat inspirasi.
Kasus terbanyak terjadi pada anak
dibawah 3 tahun dan kematian terbanyak pada bayi yang berusia kurang dari 2
bulan. Apabila anak diklasifikasikan menderita pneumonia berat di puskesmas
atau balai pengobatan, maka anak perlu segera dirujuk setelah diberi dosis
pertama antibiotik yang sesuai.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa definisi penyakit
pneumonia ?
2.
Apa etiologi penyakit
pneumonia ?
3.
Bagaimana patofisiologi
penyakit pneumonia ?
4.
Bagaiamana manifestasi
klinik penyakit pneumonia ?
5.
Bagaimana pemeriksaan
diagnostik penyakit pneumonia ?
6.
Bagaimana penatalaksaan
penyakit pneumonia ?
7.
Bagaimana pathway penyakit
pneumonia ?
8.
Bagaimana asuhan keperawatan
penyakit pneumonia ?
C. Tujuan
Penulisan
1.
Untuk mengetahui definisi
penyakit pneumonia.
2.
Untuk mengetahui etiologi
penyakit pneumonia.
3.
Untuk mengetahui patofisiologi
penyakit pneumonia.
4.
Untuk mengetahui manifestasi
klinik penyakit pneumonia.
5.
Untuk mengetahui pemeriksaan
diagnostik penyakit pneumonia.
6.
Untuk mengetahui penatalaksaan
penyakit pneumonia.
7.
Untuk mengetahui pathway
penyakit pneumonia.
8.
Untuk mengetahui asuhan keperawatan
penyakit pneumonia.
BAB II
KONSEP MEDIS
A. Pengertian Pneumonia
Pneumonia merupakan peradangan akut
parenkim paru yang biasanya berasal dari suatu infeksi. (Price, 1995)
Pneumonia adalah peradangan yang
mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup
bronkiolus respiratorius, alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru
dan menimbulkan gangguan pertukaran gas setempat. (Zul, 2001)
Bronkopneumonia digunakan untuk
menggambarkan pneumonia yang mempunyai pola penyebaran berbercak, teratur dalam
satu atau lebih area terlokalisasi didalam bronki dan meluas ke parenkim paru
yang berdekatan di sekitarnya. Pada bronkopneumonia terjadi konsolidasi area
berbercak. (Smeltzer,2001).
Pneumonia didefinisikan sebagai
inflamasi/peradangan pada parenkim paru, yang dicirikan oleh konsolidasi
bagian-bagian yang terkena dan terisinya rongga alveolus oleh eksudat, sel-sel
radang dan fibrin. Kebanyakan kasus pneumonia disebabkan oleh infeksi bakteri,
virus, dan dapat juga disebabkan oleh inhalasi bahan kimia, trauma pada dinding
dada atau agen-agen infeksius lainnya seperti riketsia, fungi.
Pneumonia lobaris, yaitu pneumonia
focal yang melibatkan satu/beberapa lobus paru. Bronkus besar umumnya tetap
berisi udara sehingga memberikan gambaran air-bronchogram. Konsolidasi
yang timbul merupakan hasil dari cairan edema yang menyebar melalui pori-pori
Kohn. Penyebab terbanyak pneumonia lobaris adalah Streptococcus pneumoniae.
Secara histopatologi, pada pneumonia lobaris terdapat empat fase yaitu fase
kongesti, hepatisasi merah, hepatisasi kelabu dan resolusi. (Esther, Monica S.
2002)
Bronkopneumonia, disebut juga
pneumonia multifocal merupakan pneumonia dengan gambaran berbercak dengan
penebalan peribronchial. Bercak-bercak tersebut berukuran hingga 3-4 cm, batas
tidak jelas dan terdiri dari eksudat yang kaya akan leukosit dan supuratif.
Keadaan ini dapat berlanjut dengan melibatkan konsolidasi bronkiolus terminalis,
respiratorik dan alveolus sehingga bercak-bercak hampir memenuhi seluruh lobus.
Tidak seperti pneumonia lobaris, pada bronkopneumonia tidak ditemukan gambaran air-bronchogram.
(Sandra, M, Netina. 2001)
B. Etiologi
Pneumonia
Pneumonia
bisa diakibatkan adanya perubahan keadaan pasien seperti gangguan kekebalan dan
penyakit kronik, polusi lingkungan, dan penggunaan antibiotik yang tidak tepat
hingga menimbulkan perubahan karakteristik pada kuman. Etiologi pneumonia
berbeda-beda pada berbagai tipe dari pneumonia, dan hal ini berdampak kepada
obat yang akan di berikan. Mikroorganisme penyebab yang tersering adalah
bakteri, yang jenisnya berbeda antar Negara, antara suatu daerah dengan daerah
yang lain pada suatu Negara, maupun bakteri yang berasal dari lingkungan rumah
sakit ataupun dari lingkungan luar. Karena itu perlu diketahui dengan baik pola
kuman di suatu tempat.
Pneumonia
yang disebabkan oleh infeksi antara lain :
1.
Bakteri
Agen
penyebab pneumonia di bagi menjadi organisme gram-positif atau gram-negatif
seperti : Steptococcus pneumonia (pneumokokus), Streptococcus piogenes,
Staphylococcus aureus, Klebsiela pneumoniae, Legionella, hemophilus influenzae.
2.
Virus
Influenzae
virus, Parainfluenzae virus, Respiratory, Syncytial adenovirus, chicken-pox
(cacar air), Rhinovirus, Sitomegalovirus, Virus herves simpleks, Virus sinial
pernapasan, hantavirus.
3.
Fungi
Aspergilus,
Fikomisetes, Blastomises dermatitidis, histoplasma kapsulatum.Selain disebabkan
oleh infeksi, pneumonia juga bisa di sebabkan oleh bahan-bahan lain/non infeksi.
C. Patofisiologi
Paru merupakan struktur kompleks
yang terdiri atas kumpulan unit yang dibentuk melalui percabangan progresif
jalan napas. Saluran napas bagian bawah yang normal berada dalam keadaan
steril, walaupun bersebelahan dengan sejumlah besar mikroorganisme yang
menempati orofaring dan terpajan oleh mikroorganisme dari lingkungan di dalam
udara yang dihirup. Sterilisasi seluruh napas bagian bawah ini adalah hasil
mekanisme penyaringan yang efektif oleh organ-organ pernapasan sebelah atas.
Tubuh sebenarnya akan langsung mengaktifkan mekanisme pertahanan saat terjadi
inhalasi bakteri mikrioorganisme penyebab pneumonia maupun akibat penyebaran
secara hematogen dari tubuh dan aspirasi melalui orofaring. Tubuh pertama kali
akan melkukan mekanisme pertahan primer dengan meningkatkan respons radang.
Timbulnya hepatisasi merah
dikarenakan perembesan eritrosit dan beberapa leukosit dari kapiler paru-paru.
Pada tingkat lanjut, aliran darah menurun sehingga aveoli penuh dengan leukosit
dan relatif sedikit eritrosit. Kuman Pnemococcus difagasit oleh leukosit dan
sewaktu resolusi berlangsung magrofag masuk ke dalam tahap hepasisasi abu-abu
dan tampak berwarna abu-abu kekuningan. Secara perlahan,sel darah merah yang
mati dan eksudat fibrin dibuang dari alveoli. Terjadi resolusi sempurna paru
kembali menjadi normal tanpa kehilangan kemampuan dalam pertukaran gas.
Pneumonia aspirasi dapat disebabkan oleh infeksi kuman, pneumonitis kimia
akibat aspirasi bahan toksis. Penyakit ini juga bisa diakibatkan oleh aspirasi
cairan inert, misalnya cairan makanan atau lambung, edema paru, dan obstruksi
mekanik simpel oleh bahan padat. (Corwin, Elizabeth J.2001)
D. Manifestasi
Klinik
Masa inkubasi 9 hari sampai 21 hari,
biasanya 12 hari, sekitar 2-50% pasien mempunyai gejala infeksi saluran
pernafasan atas yang ditandai dengan tenggorokan dan gejala nasal pada waktu
permulaan pneumonia. Gejala dini yang khas adalah demam, menggigil, batuk dan
sakit kepala rasa tidak enak badan, nyeri tenggorokan, nyeri dada, sakit
telinga (Soeparman, 1999:709)
Sedangkan menurut Donna L Wong (1995:1400)
manifestasi klinis pada pneumonia sebagai berikut :
- Demam, biasanya demam tinggi
- Nyeri dada
- Batuk, batuk tidak produktif sampai produktif dengan sputum yang berwarna keputihan
- Takipnea, sianosis
- Suara nafas rales atau ronki
- Pada perkusi terdengar dullness
- Retraksi dinding thorak
- Pernafasan cuping hidung
E. Pemeriksaan
Diagnostik
1.
Pemeriksaan Laboratorium
Biasanya didapatkan jumlah leukosit
15.000-40.000 per mm dalam keadaan leukoponia. Laju endap darah biasanya
meningkat hingga100 mm/jam. Sebaiknya, diusahakan agar biakan dibuat dari
sputum saluran pernapasan bagian bawah.
2.
Pemeriksaan Radiologis
Sebaiknya, dibuat foto toraks
posterior, anteroir, dan lateral untuk melihat keberadaan konsodilasi
rentrokadial. Hal ini untuk memudahkan dalam mengenali lobus mana yang terkena,
karena setiap lobus memiliki kemungkinan untuk terkena. Gambaran konsidilasi
tidak selau mengisi seluruh lobus, karena muali dari perifer, gambaran
konsidilasi hampir selalu berbatasan dengan permukaan pleura viseralis. Gambaran
radiologi yang tidak khas kadang-kadang bisa ditemukan pada bronkitis menahun
dan emfisema.
3.
Foto Rontgen Dada (Chest X Ray)
Melalui foto sinar-x,
teridentifikasi penyebaran gejala, misalnya pada lobus dan bronchial. Foto
dapat juga menunjukan multiple abseslinfulrate , empiema
(Staphylococcus), penyebaran atau lokasi infiltrasi (bakteri), atau penyebaran
ekstentif nodul infilrate (sering kali vital). Pada pneumonia Mycosplasma,
gambaran foto rongten dada mungkin bersih.
F. Penatalaksanaan
Medik
1.
Pasien diposisikan dalam posisi fowler dengan sudut 45
derajat. Kematian sering kali berhubungan dengan hipotensi, hipoksia, aritma,
kordis, dan tekanan susunan saraf pusat. Oleh karena itu, penting unuk
dilakukan pengaturan keseimbangan cairan elektrolit dan asam basa dengan baik.
Pemberian O2 yang memadai dapat mencegah hiposia selular.
2.
Untuk mencegah hilangnya volume cairan tubuh secara
umum, dapat diguanakan bronkolidator untuk memperbaiki pengeluaran sekresi dan
distribusi ventilasi. Jika hipotensi terjadi cepat, atasi hipoksemia arteri
dengan cara memperbaiki volume intravaskular dan melakukan dekompresi lambung.
3.
Pemberian antibiotik terpilih, seperti penisilin, bisa
diberiakn secara intramuscular. Penisilin diberikan sekurang-kurangnya seminggu
sampai pasien tidak mengalami sesak napas lagi dan tidak ada komplikasi lain
dengan abses paru.
4.
Pemberian sefalopsorin kepada pasien yang alergi
terhadap penisilin harus dilakukan dengan hati-hati, karena dapat menyebabkan
reaksi hipersensitif silang, tertutama dari tipe analfilaksis. (Baradero, Mary.
2008)
G. Pathway
![]() |
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Data dasar pengkajian pasien:
1.
Identitas pasien
Seperti : nama,
umur, jenis kelamin, status, agama, dan pekerjaan.
2.
Aktivitas/istirahat
Gejala : kelemahan, kelelahan, insomnia
Tanda : letargi, penurunan toleransi terhadap
aktivitas.
Gejala : riwayat penyakit pneumonia
Tanda : takikardia, penampilan kemerahan, atau pucat
Makanan/cairan
Gejala : kehilangan nafsu makan, mual, muntah
Tanda : distensi abdomen, kulit kering dengan turgor
buruk, penampilan kakeksia (malnutrisi)
3.
Neurosensori
Gejala : sakit kepala daerah frontal (influenza)
Tanda : perusakan mental (bingung)
4.
Nyeri/kenyamanan
Gejala : sakit kepala, nyeri dada (meningkat oleh
batuk), imralgia, artralgia.
Tanda : melindungi area yang sakit (tidur pada sisi
yang sakit untuk membatasi gerakan)
5.
Pernafasan
Gejala : adanya riwayat ISK (infeksi
saluran kemih) kronis, takipnea (sesak nafas), dispnea.
Tanda :
1). Sputum: merah muda, berkarat
2). Perpusi: pekak datar area yang konsolidasi
3). Bunyi nafas menurun
4). Warna: pucat/sianosis bibir dan kuku
B. Diagnosa Keperawatan
1.
Ketidakeektifan bersihan jalan napas berhubungan
dengan inflamasi trakheobronkial, pembentukan edema, dan peningkatan produksi
sputum (pleuritic pain atau timbulnya rasa nyeri saat bernapas)
2.
Gangguan pertuakaran gas yang berhubungan dengan
perubahan membran alveolar kapiler (efek inflamasi) dan gangguan kapasitas
pengangkutan oksigen dalam darah (karena demam maupun perubahan kurva
oksihemoglobin)
3.
Risiko infeksi yang berhubungan dengan tidak
memadainya mekanisme pertahanan tubuh primer (penurunan aktivitas silia,
sekresi, stasis di saluran napas), tidak memadainyamekanisme pertahanan tubuh
sekunder(infeksi, imunosupresi), penyakit kronis, dan malnutrisi
4.
Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan tidak
seimbangnya persendian dan kebutuhan oksigen, kelemahan fisik yang umum,
kelelahan karena gangguan pola tidur akibat munculnya ketidaknyamanan, batuk
produktif, dan dipsnea.(Suyono, 2001).
C. Internvensi
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berkaitan dengan
inflamasi trakheobronkial, pembentukan edema, dan peningkatan produksi sputum (pleuritic
pain atau timbulnya rasa nyeri saat bernapas).
Tujuan : jalan napas bersih dan
efektif
Kriteria hasil :
1). Secara verbal tidak ada keluhan
sesak
2). Suara napas normal (vesicular)
3). Sianosis berkurang
4). Batuk berkurang
5). Jumlah pernapasan dalm batas
normal sesuai usia
Intervensi :
1). Kaji jumlah atau kedalaman
pernapasan dan pergerakan dada.
Rasional: evaluasi awal untuk
melihat kemajuan dari hasil intervensi yang telah dilakukan
2). Auskultasi daerah paru, catat
area yang menurun/tidak adanya aliran udara, dan adanya suara
napas tambahan seperti crakles (bunyi yang berkelainan, terputus-putus
akibat penundaan pembukaan kembali jalan napas yang menutup) dan wheezes
(mengi).
Rasional : penuruanan aliran udara
timbul pada area yang terkonsolidasi dengan cairan. Suara napas bronchial juga
dapat terdengar.
3). Elevasi kepala, sering mengubah
posisi
Rasioanal: diafragma yang lebih
rendah akan membantu dalam meningkatkan ekspansi dada, pengisian udara,
mobilisasi, dan ekspetorasi dari sekresi.
4). Bantu pasien melakukan latihan
napas dalam. Dokumentasikan atau bantu pasien belajar untuk batuk.
Rasioanal : napas dalam akan
memfasilitasi ekspansi maksimum paru-paru/saluran udara kecil.
5). Lakukan suction sesuai indikasi
Rasional : stimulasi batuk untuk
pembersihan saluran napas secara mekanis pada pasien yang tidak dapat
melakukannya dikarenakan ketidakefektifan batuk atau penuruan kesadaran...
6). Berikan cairan 2.500 ml/hari
(jika ada kontraindikasi), terutama berikan air hangat.
Rasional : cairan (terutama cairan
hangat) akan membantu memobilisasi dan mengekspetorasi lendir.
7). Kaji efek dari pemberian
nebulizer dan fisioterapi pernapasan lainnya.
Rasional : memfasilitasi pencairan
dan pengeluaran secret.
2. Gangguan pertuakaran gas yang berkaitan dengan
perubahan membran alveolar kapiler (efek inflamasi) dan gangguan kapasitas
pengangkutan oksigen dalam darah (karena demam maupun perubahan kurva
oksihemoglobin).
Tujuan : pertukaran gas dapat
teratasi
Kriteria hasil :
1). Keluhan dpsnea berkurang
2). Denyut nadi dalam rentang normal
dan irama regular
3). Kesadaran penuh
4). Hasil nilai AGD (arteri gas
darah) dalam batas normal
Intervensi :
1). Observasi warna kulit, membran
mukosa dan kuku, dan cacat adanya sianosis perifer (kuku) atau sianosis pusat
(sirkumonal)
Rasional : sianosis pada kuku
menggambarkan vasokontiksi atau respons tubuh terhadap demam.
2). Kaji status mental.
Rasional: kelemahan, mudah
tersinggung, bingung dan keinginan kuat untuk tidur terus, dapat merefleksikan
adanya hipoksemia/penurunan oksigenisasi serebral.
3). Monitor denyut/irama jantung
Rasional : takikardia biasanya
timbul sebagai alat hasil dari demam atau dehidrasi, tetapi dapat juga sebagai
respons terhadap hipoksemia.
4). Monitor suhu tubuh atas
indikasi. Lakukan tindakan-tindakan untuk mengurangi demam dan menggigil
Rasional : demam tinggi (biasanya
pada pneumonia bakteri dan influenza) akan meningkatkan kebutuhan metabolik dan
konsumsi oksigen serta mengubah oksigenisasi selular.
5). Pertahankan tirah baring (bed
rest). Anjurkan un tuk menggunakan teknik relaksasi dan aktivitas
disversi(hiburan)
Rasional : pilihan ini dapat
mencegah kelelahan dan mengurangi konsumsi oksigen untuk memfasilitaskan
resolusi infeksi
6). Elevasi kepala dan anjurkan
perubahan posisi, napas dalam, dan batuk efektif
Rasional : tindakan ini akan
meningkatkan inspirasi maksimal, mempermudah ekspektorasi lendir untuk
meningkatkan ventilasi
7). Kaji tingkat kecemasan pasien.
Anjurkan kepadanya untuk menceritakan perasaannya secara verbal.
Rasional : kecemasan merupakan
manifestasi dari psikologis sebagai respons fsiologis terhadap hipoksia.
8). Berikan terapi oksigen sesuai
kebutuhan, misal nasal prong dan masker
Rasional : pemberian terapi oksigen
untuk memelihara Pa O2 di atas 60 mmHg, oksigen yang
diberikan sesuai dengan toleransi dari pasien.
3. Risiko infeksi yang berkaitan dengan tidak memadainya
mekanisme pertahanan tubuh primer (penurunan aktivitas silia, sekresi, stasis
di saluran napas), tidak memadainyamekanisme pertahanan tubuh sekunder(infeksi,
imunosupresi), penyakit kronis, dan malnutrisi.
Tujuan: risiko infeksi tidak terjadi
selama masa perawatan
Kriteria hasil :
1).Tidak muncul tanda-tanda infeksi
sekunder
2).Pasien dapat mendemonstrasikan
kegiatan untuk menghindarkan infeksi
Intervensi :
1). Monitor tanda-tanda vital,
terutama selama proses terapi
Rasional : selama periode ini,
penyakit berpotensi berkembang menjadi komplikasi yang lebih fatal, sehingga
benar-benar dimonitor
2). Demonstrasikan teknik mencuci
yang benar
Rasional : tindkan ini sangat
efektif untuk mengurangi penyebaran infeksi
3). Ubah posisi dan berikan
pulmonary toilet yang baik
Rasional : meningkatkan ekspektorasi
(pengeluaran lendir dan dahak) untuk membersihkan dari infeksi
4). Batasi pengunjung atas indikasi
Rasional : mengurangi paparan dengan
kuman patogen yang lain
5). Lakukan isolasi sesuai dengan
kebutuhan individual
Rasional : isolasi mungkin dapat
mencegah penyebaran atau memproteksi pasien dari proses infeksi lainnya
6). Anjurkan pasien untuk istirahat
secara memadai sebanding dengan aktivitasnya
Rasional : memfasiliatasi proses
penyembuhan dan peningkatkan pertahanan tubuh alami
7). Monitor keefektifan terapi
antimikrobial
Rasional : tanda-tanda perbaikan
kondisi seharusnya muncul antara 24-48 jam
8). Berikan obat antimikroba atas
indikasi sebagai hasil dari pemerikasaan kultur sputum/darah
Rasional : obat-obat ini digunakan
untuk membunuh mikroba penyebab pneumonia
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tidak
seimbangnya persendian dan kebutuhan oksigen, kelemahan fisik yang umum,
kelelahan karena gangguan pola tidur akibat munculnya ketidaknyamanan, batuk
produktif, dan dipsnea.
Tujuan : aktivitas dapat terpenuhi
selama perawatan
Kriteria hasil :
1). Mampu melaporkan kondisinya
secara verbal, kekuatan otot meningkat, dan tidak ada perasaan kelelahan
2). Tidak ada sesak napas
3). Denyut nadi dalam batas normal
4). Tidak muncul sianosis
Intervensi :
1). Evaluasi respons pasien terhadap
aktivitas
Rasional : memberikan kebutuhan
pasien dan memfasilitasi dalam pemilihan intervensi
2). Berikan lingkungan yang nyaman
dan batasi pengunjung selama fase akut atas indikasi
Rasional : mengurangi stres dan
stimulasi yang berlebihan, serta meningkatkan istirahat
3). Jelaskan pentingnya beristirahat
dalam rencana terapi dan perlunya keseimbangan antara aktivitas dengan
istirahat
Rasional : tirah baring (bed rest)
dapat menjaga kondisi pasien selama fase akut
4). Bantu pasien dalam mengambil
posisi yang nyaman untuk beristirahat dan atau untuk tidur
Rasional : pasien mungkin merasakan
lebih nyaman di kepala jika dia berdad dalam keadaan elevasi
5). Bantu pasien dalam memenuhi
kebutuhan perawatan diri (self care) berikan aktivitas yang dapat meningkatkan
kesehatan diri selama fase penyembuhan
Rasional : meminimalkan kelelahan
dan menolong menyeimbangkan suplai oksigen dan kebutuhan
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pneumonia didefinisikan sebagai
inflamasi/peradangan pada parenkim paru, yang dicirikan oleh konsolidasi
bagian-bagian yang terkena dan terisinya rongga alveolus oleh eksudat, sel-sel
radang dan fibrin. Kebanyakan kasus pneumonia disebabkan oleh infeksi bakteri,
virus, dan dapat juga disebabkan oleh inhalasi bahan kimia, trauma pada dinding
dada atau agen-agen infeksius lainnya seperti riketsia, fungi.
Pneumonia merupakan bentuk utama
yang menimbulkan angka kesakitan dan kematian yang tinggi serta kerugian
produkifitas kerja. Pneumonia dapat terjadi secara primer atau merupakan tahap
lanjutan manifestasi lainnya, misalnya sebagai perluasan bronkiektasis yang
terinfeksi.
Pneumonia dapat berupa pneumonia
yang terjadi di masyarakan dan pneumonia nosokomial yang terjadi di rumah
sakit. Penyakit ini menyebabkan angka kematian yang tinggi diantara pasien terutama
yang terinfeksi di ICU. Berbagai aspek penyakit ini pelu dipahami untuk dapat
mengatasinya dengan baik.
B.
Saran
Adapun saran
dari kami yaitu, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca khususnya
bagi kami penulis sendiri. Dan kami
sangat mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dari para pembaca maupun
dosen pembimbing mata kuliah ini. Agar makalah
ini lebih mendekati kesempurnaan.
DAFTAR
PUSTAKA rta
——–. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3
Jilid 2. FKUI: Media Aesculapius.
Dorland, W.A Newma. 2006. Kamus Kedokteran Dorland, Edisi
29. Jakarta: EGC.
Guyton. 2003. Buku Ajar
Fisiologi Kedokteran, Edisi 9. EGC: Jakarta
Behrman. 2006.
Ilmu Kesehatan Anak Nelson Edisi 15. EGC: Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar