BAB I
PENAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Menurut Bruner and Suddart (2002), gagal napas adalah sindroma dimana sistem respirasi gagal untuk melakukan fungsi pertukaran gas,
pemasukan oksigen, dan pengeluaran karbondioksida. Keadekuatan tersebut dapat
dilihat dari kemampuan jaringan untuk memasukkan oksigen dan mengeluarkan
karbondioksida. Indikasi gagal napas adalah PaO2 < 60mmHg atau
PaCO2 > 45mmHg, dan atau keduanya.
Gagal napas adalah gangguan pertukaran gas antara
udara dengan sirkulasi yang terjadi di pertukaran gas intrapulmonal atau
gangguan gerakan gas masuk keluar paru. Menurut Joy M. Black (2005), gagal napas adalah
suatu keadaan yang mengindikasikan adanya ketidakmampuan sistem respirasi untuk
memenuhi suplai oksigen untuk proses metabolisme atau tidak mampu untuk
mengeluarkan karbondioksida. Sedangkan
menurut Susan Martin (1997), gagal napas adalah
ketidakmampuan sistem pernafasan untuk mempertahankan oksigenasi darah normal,
eliminasi karbondioksida, dan pH yang adekuat disebabkan oleh masalah ventilasi,
difusi, atau perfusi.
Gangguan pertukaran gas menyebabkan hipoksemia primer,
oleh karena kapasitas difusi CO2 jauh lebih besar dari O2 dan karena daerah
yang mengalami hipoventilasi dapat dikompensasi dengan meningkatkan ventilasi
bagian paru yang normal. Hiperkapnia adalah proses gerakan gas keluar masuk
paru yang tidak adekuat (hipoventilasi global atau general) dan biasanya
terjadi bersama dengan hipoksemia.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa definisi gagal nafas ?
2.
Apa etiologi gagal nafas ?
3.
Bagaimana klasifikasi gagal nafas ?
4.
Bagaimana patofisiolgi gagal nafas ?
5.
Bagaimana manifestasi klinis gagal nafas ?
6.
Bagaimana pemeriksaan diagnostik ?
7.
Bagaimana penatalaksaan gagal nafas ?
8.
Bagaimana pathway gagal nafas ?
9.
Bagaimana asuhan keperawatan gagal nafas ?
C. Tujuan Penulisan
1.
Untuk mengetahui definisi gagal nafas.
2.
Untuk mengetahui etiologi gagal nafas.
3.
Untuk mengetahui klasifikasi gagal nafas.
4.
Untuk mengetahui patofisiolgi gagal nafas.
5.
Untuk mengetahui manifestasi klinis gagal nafas.
6.
Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik.
7.
Untuk mengetahui penatalaksaan gagal nafas.
8.
Untuk mengetahui pathway gagal nafas.
9.
Untuk mengetahui asuhan keperawatan gagal nafas.
BAB II
KONSEP MEDIS
A.
Definisi
Gagal Nafas
Menurut Bruner and Suddart (2002), gagal napas adalah sindroma dimana sistem respirasi gagal untuk melakukan fungsi pertukaran gas,
pemasukan oksigen, dan pengeluaran karbondioksida. Keadekuatan tersebut dapat
dilihat dari kemampuan jaringan untuk memasukkan oksigen dan mengeluarkan
karbondioksida. Indikasi gagal napas adalah PaO2 < 60mmHg atau
PaCO2 > 45mmHg, dan atau keduanya.
Gagal napas adalah gangguan pertukaran gas antara
udara dengan sirkulasi yang terjadi di pertukaran gas intrapulmonal atau
gangguan gerakan gas masuk keluar paru. Menurut Joy M. Black (2005), gagal napas adalah
suatu keadaan yang mengindikasikan adanya ketidakmampuan sistem respirasi untuk
memenuhi suplai oksigen untuk proses metabolisme atau tidak mampu untuk
mengeluarkan karbondioksida. Sedangkan
menurut Susan Martin (1997), gagal napas adalah
ketidakmampuan sistem pernafasan untuk mempertahankan oksigenasi darah normal,
eliminasi karbondioksida, dan pH yang adekuat disebabkan oleh masalah
ventilasi, difusi, atau perfusi.
Gangguan pertukaran gas menyebabkan hipoksemia primer,
oleh karena kapasitas difusi CO2 jauh lebih besar dari O2 dan karena daerah
yang mengalami hipoventilasi dapat dikompensasi dengan meningkatkan ventilasi
bagian paru yang normal. Hiperkapnia adalah proses gerakan gas keluar masuk
paru yang tidak adekuat (hipoventilasi global atau general) dan biasanya
terjadi bersama dengan hipoksemia.
B. Etiologi Gagal Nafas
a.
Depresi
Sistem saraf pusat
Mengakibatkan
gagal nafas karena ventilasi tidak adekuat. Pusat pernafasanyang menngendalikan
pernapasan, terletak dibawah batang otak (pons dan medulla) sehingga pernafasan
lambat dan dangkal.
b.
Kelainan
neurologis primer
Akan
memperngaruhi fungsi pernapasan. Impuls yang timbul dalam pusat pernafasan
menjalar melalui saraf yang membentang dari batang otak terus ke saraf spinal
ke reseptor pada otot-otot pernafasan. Penyakit pada saraf seperti gangguan
medulla spinalis, otot-otot pernapasan atau pertemuan neuromuslular yang
terjadi pada pernapasan akan sangat mempengaruhi ventilasi.
c.
Efusi
pleura, hemotoraks dan pneumothoraks
Merupakan
kondisi yang mengganggu ventilasi melalui penghambatan ekspansi paru. Kondisi ini
biasanya diakibatkan penyakit paru yang mendasari, penyakit pleura atau trauma dan cedera dan
dapat menyebabkan gagal nafas.
d.
Trauma
Disebabkan
oleh kendaraan bermotor dapat menjadi penyebab gagal nafas.Kecelakaan yang
mengakibatkan cidera kepala, ketidaksadaran dan perdarahan dari hidung dan
mulut dapat mnegarah pada obstruksi jalan nafas atas dan depresi pernapasan.
Hemothoraks, pnemothoraks dan fraktur
tulang iga dapat terjadi dan mungkin meyebabkan gagal nafas. Flail chest dapat
terjadi dan dapat mengarah pada gagal nafas. Pengobatannya adalah untuk
memperbaiki patologi yang mendasar
e.
Penyakit
akut paru
Pnemonia
disebabkan oleh bakteri dan virus. Pnemonia kimiawi atau pnemonia diakibatkan
oleh mengaspirasi uap yang mengritasi dan materi lambung yang bersifat asam.
Asma bronkial, atelektasis, embolisme paru dan edema paru adalah beberapa
kondisi lain yang menyababkan gagal nafas.
C.
Klasifikasi
Gagal Nafas
1. Klasifikasi gagal napas berdasarkan hasil analisa gas darah :
Gagal napas hiperkapneu
Hasil analisa gas darah pada gagal napas
hiperkapneu menunjukkkan kadar PCO2 arteri (PaCO2) yang tinggi, yaitu PaCO2>50mmHg.
Hal ini disebabkan karena kadar CO2 meningkat dalam ruang alveolus, O2 yang
tersisih di alveolar dan PaO2 arterial menurun. Oleh karena itu biasanya
diperoleh hiperkapneu dan hipoksemia secara bersama-sama, kecuali udara
inspirasi diberi tambahan oksigen. Sedangkan nilai pH tergantung pada level
dari bikarbonat dan juga lamanya kondisi hiperkapneu.
a. Gagal napas
hipoksemia
Pada gagal napas hipoksemia, nilai PO2 arterial yang rendah tetapi
nilai PaCO2 normal atau rendah. Kadar PaCO2 tersebut yang membedakannya dengan gagal napas hiperkapneu, yang masalah utamanya pada
hipoventilasi alveolar. Gagal napas
hipoksemia lebih sering dijumpai daripada gagal napas
hiperkapneu.
2. Klasifikasi gagal napas berdasarkan lama
terjadinya :
a.
Gagal napas akut
Gagal napas akut
terjadi dalam hitungan menit hingga jam, yang ditandai dengan perubahan hasil
analisa gas darah yang mengancam jiwa. Terjadi peningkatan kadar PaCO2. Gagal
napas akut timbul pada pasien yang
keadaan parunya normal secara struktural maupun fungsional sebelum awitan
penyakit timbul.
b. Gagal napas kronik
Gagal napas kronik
terjadi dalam beberapa hari. Biasanya terjadi pada pasien dengan penyakit paru
kronik, seperti bronkhitis kronik dan emfisema. Pasien akan mengalami toleransi
terhadap hipoksia dan hiperkapneu yang memburuk secara bertahap.
D. Patofisiologi Gagal Nafas
Indikator gagal nafas
telah frekuensi pernafasan dan kapasitas vital, frekuensi penapasan normal
ialah 16-20 x/mnt. Bila lebih dari20x/mnt tindakan yang dilakukan memberi
bantuan ventilator karena “kerja pernafasan” menjadi tinggi sehingga timbul
kelelahan. Kapasitasvital adalah ukuran ventilasi (normal 10-20 ml/kg).
Gagal nafas penyebab
terpenting adalah ventilasi yang tidak adekuatdimana terjadi obstruksi jalan
nafas atas. Pusat pernafasan yang mengendalikan pernapasan terletak di bawah
batang otak (pons dan medulla). Pada kasus pasien dengan anestesi, cidera
kepala, stroke, tumor otak, ensefalitis, meningitis, hipoksia dan hiperkapnia
mempunyai kemampuan menekan pusat pernafasan. Sehingga pernafasan menjadi
lambat dan dangkal. Pada periode postoperatif dengan anestesi bisa terjadi
pernafasan tidak adekuat karena terdapat agen menekan pernafasan denganefek
yang dikeluarkanatau dengan meningkatkan efek dari analgetik opiood. Pnemonia
atau dengan penyakit paru-paru dapat mengarah ke gagal nafas akut
E. Manifestasi Klinis Gagal Nafas
a.
Tanda
Gagal nafas total
·
Aliran udara di mulut, hidung tidak
dapat didengar/dirasakan.
· Pada gerakan nafas spontan terlihat
retraksi supra klavikuladan sela iga serta tidak ada pengembangan dada pada
inspirasi
·
Adanya kesulitasn inflasi parudalam
usaha memberikan ventilasi buatan
Gagal nafas parsial
·
Terdenganr suara nafas tambahan
gargling, snoring, Growing dan whizing.
·
Ada retraksi dada
b.
Gejala
·
Hiperkapnia yaitu penurunan kesadaran
(PCO2)
·
Hipoksemia yaitu takikardia, gelisah,
berkeringat atau sianosis (PO2 menurun).
F. Pemeriksaan Diagnostik Gagal Nafas
a.
Analisa gas darah
Membedakan gambaran kemajuan hipoksemia (penurunan PaO2 meskipun inspirasi meningkat). Hiperkarbia dapat terjadi pada tahap awal berhubungan dengan kompensasi hiperventilasi.
Hiperkrbia menunjukkan
kegagalan ventilasi.
·
Hb : dibawah
12 gr%
·
Analisa gas
darah :
§ pH dibawah
7,35 atau di atas 7,45
§ PaO2 di bawah
80 atau di atas 100 mmHg
§ PaCO2 di bawah
35 atau di atas 45 mmHg
§ BE di bawah
-2 atau di atas +2
· Saturasi O2
kurang dari 90 %
b. Sinar X
(foto thorax)
Melihat keadaan patologik dan atau kemajuan proses penyakit yang tidak
diketahui. Terdapat gambaran akumulasi udara/cairan, dapat terlihat perpindahan
letak mediastinum.
c. Tes fungsi
paru
Menunjukkan complain paru dan volume
paru menurun.
d. EKG
Memperlihatkan bukti-bukti regangan jantung di sisi kanan atau menunjukkan
disritmia.
e. Pemeriksaan
saturasi oksigen
Memadainya tekanan oksigen dalam darah arteri, PaO2 diharapkan
dihitung dari persamaan gas alveolar ketika pasien bernafas dengan FiO2
yang lebih tinggi dari udara biasa.
G. Penatalaksaan Gagal Nafas
a. Jalan nafas
Jalan nafas sangat penting untuk ventilasi, oksigen, dan pemberian obat-obatan
pernapasan dan harus diperiksa adanya sumbatan jalan nafas. Pertimbangan untuk insersi
jalan nafas artificial seperti ETT berdasarkan manfaat dan resiko jalan napas
artificial dibandingkan jalan napas alami.
Keuntungan jalan napas
artificial adalah dapat melintasi jalan napas bagian
atas, menjadi rute pemberian oksigen dan obat-obatan, memfasilitasi ventilasi
tekanan positif dan PEEP .
memfasilitasi penyedotan sekret, dan rute untuk bronkhoskopi.
b. Oksigen
Besarnya aliran oksigen tambahan yang diperlukan tergantung dari mekanisme
hipoksemia dan tipe alat pemberi oksigen. CPAP (Continous Positive Airway
Pressure ) sering menjadi pilihan oksigenasi pada gagal napas akut. CPAP
bekerja dengan memberikan tekanan positif pada saluran pernapasan sehingga
terjadi peningkatan tekanan transpulmoner dan inflasi alveoli optimal. Tekanan
yang diberikan ditingkatkan secara bertahap mulai dari 5 cm H2O
sampai toleransi pasien dan penurunan skor sesak serta frekuensi napas
tercapai.
c. Bronkhodilator
Bronkhodilator mempengaruhi kontraksi otot polos, tetapi beberapa jenis
bronkhodilator mempunyai efek tidak langsung terhadap oedema dan
inflamasi. Bronkhodilator merupakan terapi utama untuk penyakit paru obstruksi,
tetapi peningkatan resistensi jalan nafas juga banyak ditemukan pada penyakit
paru lainnya.
d. Agonis
beta-adrenergik
Obat-obatan ini lebih efektif bila diberikan dalam bentuk inhalasi
dibandingkan secara parenteral atau oral.
e. Antikolinergik
Respon bronkhodilator terhadap antikolinergik tergantung pada derajat tonus
parasimpatis intrinsik.
f. Kortikosteroid
Mekanisme kortikosteroid dalam menurunkan inflamasi jalan napas tidak
diketahui secara pasti, tetapi perubahan pada sifat dan jumlah sel inflamasi.
g. Fisioterapi
dada dan nutrisi
Merupakan aspek penting yang perlu diintegrasikan dalam tatalaksana
menyeluruh gagal nafas.
h. Pemantauan
hemodinamik
Meliputi pengukuran rutin frekuensi denyut jantung, ritme jantung tekanan
darah sistemik, tekanan vena
central, dan penentuan hemodinamik yang lebih invasif.
H. Pathway
trauma
|
Kelainan
neurologis
|
Ggn. Syaraf
pernafasan dan otot prnafasan
|
Peningkatan
permeabilitas membran alveolar kapiler
|
Ggn. Epitelium
alveolar
|
Ggn. Endotelium
kapiler
|
Penumpukan cairan
alveoli
|
Cairan masuk ke
intertitistial
|
Oedema pulmo
|
Peningkatan
tahanan jalan nafas
|
Penurunan comlain paru
|
Kehilangan fgs. silia sal. pernafasan
|
Cairan surfaktan
menurun
|
KETIDAKEFEKTIFAN
BERSIHAN JALAN NAFAS
|
Ggn.
Pengembangan paru ( ateiektasis) kolaps alveoli
|
Ventilasi dan perfusi tdk seimbang
|
Hipoksemia,
hiperkapnia
|
Tindakan primer
|
Ventilasi mekanik
|
GANGGAUN
PERTUKARAN GAS
|
RESIKO CIDERA
|
RESIKO INFEKSI
|
BAB III
ASUHAN
KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian Data Dasar :
a. Aktivitas/ Istirahat
Gejala:
Kekurangan energi/kelelahan, insomnia
b. Sirkulasi
Gejala:
Riwayat
adanya bedah jantung jantung-paru, fenomena embolik (darah,udara,lemak)
Tanda:
Tekanan
darah dapat normal atau meningkat pada awal (berlanjut menjadi hipoksia)
;hipotensi terjadi pada tahap lanjut (syok) atau terdapat faktor pencetus
seperti pada eklampsi. Frekuensi jantung: takikardi biasanya ada. Bunyi jantung
: normal pada tahap dini ; S3 mungkin terjadi. Distritmia dapat terjadi ,
tetapi EKG sering normal. Kulit dan membran mukosa : Pucat, dingin. Sianosis
biasanya trjasi (tahap lanjut).
c. Integritas Ego
Gejala:
Ketakutan, ancaman perasaan takut
Tanda:
Gelisah,
agitasi, gemetar, mudah terangsang, perubahan mental.
d. Makanan /Cairan
Gejala:
Kehilangan selera makan, mual .
Tanda:
Edema/ perubahan berat badan. Hilang / berkurangnya bunyi usus.
e. Neurosensori
Gejala/Tanda:
Adanya
trauma kepala, mental lamban,disfungsi motorik
f. Pernapasan
Gejala:
Adanya aspirasi/tenggelam, inhalasi asap/gas, infeksi difus paru, timbulnya
tiba-tiba atau bertahap, kesulitan napas, lapar udara
Tanda:
§ Pernafasan : Cepat, mendengkur, dangkal
§ Peningkatan kerja napas : Penggunaan otot aksesori pernafasan, contoh
retraksi interkostal atau substernal, pelebaran nasal, memerlukan oksigen
konsentrasi tinggi.
§ Bunyi napas : Pada awal normal, krekels, ronkhi, dan dapat terjadi bunyi
napas bronkial.
§ Perkusi dada : Bunyi pekak di atas area konsolidasi
§ Ekspansi dada menurun atau tidak sama, peningkatan fremitus (getar vibrasi pada dinding dada
dengan palpitasi), sputum sedikit, berbusa, pucat atau sianosis, penurunan
mental , bingung
g. Keamanan
Gejala:
Riwayat trauma ortopedik/fraktur,sepsis,tranfusi darah,episode anafilaktik
h. Seksualitas
Gejala/Tanda:
Kehamilan dengan adanya komplikasi eklampsia
i.
Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala:
Makan/kelebihan dosis obat
B. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sumbatan jalan nafas dan kurangnya ventilasi sekunder terhadap retensi lender
b. Gangguan
pertukaran gas berhubungan dengan akumulasi protein dan cairan dalam
interstitial / area alveolar, hipoventilasi alveolar, kehilangan surfaktan.
c. Resiko
cidera berhubungan dengan penggunaan ventilasi mekani./
d. Resiko
infeksi berhubungan dengan pemasangan selang ET dengan kondisi lemah.
C. Intervensi
a. Bersihan
jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sumbatan jalan nafas dan kurangnya
ventilasi sekunder terhadap retensi lendir
Tujuan: jalan nafas efektif
Kriteria hasil:
·
Bunyi nafas
bersih
·
Secret berkurang
atau hilang
Intervensi:
·
Catat
karakteristik bunyi nafas
·
Catat
karakteristik batuk, produksi dan sputum
·
Monitor status
hidrasi untuk mencegah sekresi kental
·
Berikan
humidifikasi pada jalan nafas
·
Pertahankan
posisi tubuh / kepala dan gunakan ventilator sesuai kebutuhan
·
Observasi
perubahan pola nafas dan upaya bernafas
·
Berikan lavase
cairan garam faaal sesuai indiaksi untuk membuang skresi yang lengket
·
Berikan O2
sesuai kebutuhan tubuh
·
Berikan
fisioterapi dada
·
Berikan
bronkodilator
b. Gangguan
pertukaran gas berhubungan dengan akumulasi protein dan cairan dalam
interstitial / area alveolar, hipoventilasi alveolar, kehilangan surfaktan
Tujuan; pertukaran gas adekuat
Kriteria hasil:
·
Perbaikan
oksigenasi adekuat: akral hangat, peningkatan kesadaran
·
BGA dalam batas
normal
·
Bebas distres
pernafasan
Intervensi:
·
Kaji status
pernafasan
·
Kaji penyebab
adanya penurunan PaO2 atau yang menimbulkan ketidaknyaman dalam
pernafasan
·
Catat adanya
sianosis
·
Observasi
kecenderungan hipoksia dan hiperkapnia
·
Berikan oksigen
sesuai kebutuhan
·
Berikan bantuan
nafas dengan ventilator mekanik
·
Kaji seri foto
dada
·
Awasi BGA /
saturasi oksigen (SaO2)
c. Resiko cidera berhubungan dengan penggunaan ventilasi mekanik
Tujuan:
· klien bebas dari cidera selama ventilasi mekanik
Intervensi:
· Monitor ventilator terhadap peningkatan tajam pada ukuran tekanan
· Observasi tanda dan gejala barotrauma
· Posisikan selang ventilator untuk mencegah penarikan selang endotrakeal
· Kaji panjang selang ET dan catat panjang tiap shift
· Berikan antasida dan beta bloker lambung sesuai indikasi
· Berikan sedasi bila perlu
· Monitor terhadap distensi abdomen.
d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pemasangan selang ET dengan kondisi lemah
Tujuan:
· klien tidak mengalami infeksi nosokomial
Intervensi:
· Evaluasi warna, jumlah, konsistensi sputum tiap penghisapan
· Tampung specimen untuk kultur dan sensitivitas sesuai indikasi
· Pertahanakan teknik steril bila melakukan penghisapan
· Ganti sirkuit ventilator tiap 72 jam
· Lakukan pembersihan oral tiap shift
· Monitor tanda vital terhadap infeksi
· Alirkan air hangat dalam selang ventilator dengan cara eksternal keluar dari jalan nafas dan reservoir humidifier
· Pakai sarung tangan steril tiap melakukan tindakan / cuci tangan prinsip steril.
· Pantau hasil pemeriksaan laborat untuk kultur dan sensitivitas
· Pantau pemberian antibiotik
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Gagal napas adalah gangguan pertukaran gas antara
udara dengan sirkulasi yang terjadi di pertukaran gas intrapulmonal atau
gangguan gerakan gas masuk keluar paru. Menurut Joy M. Black (2005), gagal napas adalah
suatu keadaan yang mengindikasikan adanya ketidakmampuan sistem respirasi untuk
memenuhi suplai oksigen untuk proses metabolisme atau tidak mampu untuk
mengeluarkan karbondioksida. Sedangkan
menurut Susan Martin (1997), gagal napas adalah
ketidakmampuan sistem pernafasan untuk mempertahankan oksigenasi darah normal,
eliminasi karbondioksida, dan pH yang adekuat disebabkan oleh masalah
ventilasi, difusi, atau perfusi.
Gangguan pertukaran gas menyebabkan hipoksemia primer,
oleh karena kapasitas difusi CO2 jauh lebih besar dari O2 dan karena daerah
yang mengalami hipoventilasi dapat dikompensasi dengan meningkatkan ventilasi
bagian paru yang normal. Hiperkapnia adalah proses gerakan gas keluar masuk
paru yang tidak adekuat (hipoventilasi global atau general) dan biasanya
terjadi bersama dengan hipoksemia.
B.
Saran
Adapun saran dari kami yaitu, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca khususnya bagi kami penulis
sendiri. Dan kami sangat mengharapkan kritik
dan saran yang membangun dari
para pembaca maupun dosen pembimbing mata kuliah ini. Agar makalah ini lebih mendekati kesempurnaan.
DAFTAR
PUSTAKA
Brunner and Suddart. (2002). Keperawatan Medikal Bedah. Volume 2.
Jakarta : EGC.
Marilynn E Doengoes, et all, alih bahasa Kariasa IM, (2000). Rencana Asuhan
Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien.
EGC: Jakarta.
Sherwood, Lauralee. (2011). Fisiologi Manusia (Dari Sel ke Sistem ).
Edisi ke-6. Jakarta: EGC..
Harrah's Resort Atlantic City - MapyRO
BalasHapusHarrah's 전라남도 출장샵 Resort Atlantic City Hotel Amenities 충주 출장샵 This resort features 2 full floors of suites 사천 출장안마 and 충청남도 출장마사지 a casino floor with 2,034 slot machines and 70 table 아산 출장마사지 games.