Jumat, 17 Maret 2017

ASKEP : BENIGNA BONE TUMOR



BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Sistem organ dalam tubuh manusia ada beberapa macam, diantaranya adalah sistem muskuloskeletal. Sistem muskuloskeletal merupakan penunjang bentuk tubuh, membantu proses pergerakan, serta melindungi organ-organ tubuh yang lunak. Komponen utama dari sistem muskuloskeletal merupakan jaringan ikat. Sistem ini terdiri atas tulang, sendi, otot rangka, tendon, ligamen, bursa, dan jaringan-jaringan khusus yang menghubungkan struktur-struktur tersebut (Patofisiologi, 2002). 
Dari berbagai macam jaringan yang menyusun sistem ini, bermacam-macam pula gangguan yang dapat ditimbulkan. Salah satu gangguan itu yaitu Benigna Bone Tumor. Tumor ini sering terjadi pada anak-anak, karena sifatnya yang jinak tumor ini tidak berbahaya. Tumor-tumor jaringan lunak merupakan suatu golongan heterogen kelainan-kelainan yang berasal dari jaringan asal mesodermal. Dalam jaringan ini termasuk organ gerak, seperti otot-otot dan tendon, kapsula, sendi dan juga semua struktur lemak dan jaringan ikat penyangga, yang berada diantara komponen-komponen epitelial dan di sekitar organ-organ. Tumor tulang Benigna  memiliki prevalensi yang jarang (kurang dari 1% dari seluruh kasus tumor), namun tumor ini mengakibatkan dampak yang cukup fatal bagi penderitanya. Penderita tumor tulang seringkali merasakan nyeri yang hebat bahkan pasien tidak mampu menjalankan aktivitasnya.
Peran perawat dalam penyembuhan dan perawatan klien sangat dibutuhkan, karena umumnya pada pasien tumor tulang ini pasien mengalami kesulitan bergerak. Bahkan efek dari tindakan medis juga cukup mengganggu, misalnya pada kemoterapi dan pembedahan. Oleh karena itu perawat juga harus mengetahui tumor tulang Benigna dan Maligna secara menyeluruh. Hal ini ditujukan agar perawat mampu bertindak secara profesional dalam asuhan keperawatan dan memberikan perawatan yang supportif pada penderita tumor tulang.

B.   RUMUSAN MASALAH
1.      Apa Definisi Benigna  Bone Tumor?
2.      Apa Etiologi Benigna Bone Tumor ?
3.      Apa Saja Klasifikasi Tumor?
4.      Bagaimana Patofisiologi Benigna Bone Tumor ?
5.      Apa Manifestasi Benigna Bone Tumor ?
6.      Bagaimana Pemeriksaan Penunjang Benigna Bone Tumor ?
7.      Bagaimana Penatalaksanaan Medis Benigna Bone Tumor ?
8.      Bagaimana Asuhan Keperawatan Klien Dengan Benigna Bone Tumor?

C.  TUJUAN
1.      Untuk Mengetahui Definisi Benigna  Bone Tumor.
2.      Untuk Mengetahui Etiologi Benigna Bone Tumor.
3.      Untuk Mengetahui Klasifikasi Tumor.
4.      Untuk Mengetahui Patofisiologi Benigna Bone Tumor.
5.      Untuk mengetahui Manifestasi Benigna Bone Tumor.
6.      Untuk Mengetahui Pemeriksaan Penunjang Benigna Bone Tumor.
7.      Untuk Mengetahui Penatalaksanaan Medis Benigna Bone Tumor.
8.      Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan Klien Dengan Benigna Bone Tumor.

BAB II
KONSEP MEDIS

A.    DEFINISI BENIGNA BONE TUMOR
Tumor Tulang Jinak (Benigna Bone Tumor) adalah pertumbuhan abnormal pada sel-sel di dalam tulang yang kemungkinannya benigna (non kanker) atau tumor jinak (benigna) tidak menyerang dan menghancurkan tissue (sekumpulan sel terinterkoneksi yang membentuk fungsi serupa dalam suatu organisme) yang berdekatan, tetapi mampu tumbuh membesar secara lokal. Biasanya setelah dilakukan operasi pengangkatan (tumor jinak), tumor jenis ini tidak akan muncul lagi.
B.     ETIOLOGI BENIGNA BONE TUMOR
Penyebab dari tumor tulang tidak diketahui. Tumor tulang biasanya muncul pada area yang sedang mengalami pertumbuhan yang cepat. Tetapi pada penelitian biomolekuler lebih lanjut ditemukan beberapa mekanisme terjadinya neoplasma tulang, yaitu melalui identifikasi mutasi genetik yang spesifik dan penyimpangan kromosom pada tumor. Keabnormalan dari gen supresor tumor dan gen pencetus oncogen.
Menurut penelitian juga disebutkan bahwa terjadinya mutasi cromosom P53 dan Rb juga dapat menjadi penyebab terjadinya tumor (Robins 1999, 551, “Basic of Pathology Disease”). Selain itu penyebabnya bisa karena adanya trauma dan infeksi yang berulang misalnya Bone infarct, osteomyelitis chronic paget disease. Faktor lingkungan berupa paparan radiasi dan zat karsinogenik (timbal, karbon dan bahan metal lain), serta gaya hidup (perokok, alkoholik, dan sering terpapar stress) juga merupakan factor predisposisi terjadinya tumor tulang ini. 
C.    KLASIFIKASI BENIGNA BONE TUMOR
a.      Osteokondroma
Osteokondroma (Eksostosis Osteokartilaginous) merupakan tumor tulang jinak yang paling sering ditemukan. Biasanya menyerang usia 10-20 tahun. Tumor ini tumbuh pada permukaan tulang sebagai benjolan yang keras. Penderita dapat memiliki satu atau beberapa benjolan, 10% dari penderita yang memiliki beberapa osteokondroma, akan mengalami kelaganasan tulang yang disebut kondrosarkoma, tetapi penderita yang hanya memiliki satu osterokondroma, tidak akan menderita kondrosarkoma.
b.     Kondroma Jinak
Kondroma Jinak biasanya terjadi pada usia 10-30 tahun, timbul dibagian tengah tulang. Beberapa jenis kondroma menyebabkan nyeri. Jika tidak menimbulkan nyeri, tidak perlu diangkat atau diobati. Untuk memantau perkembangannya, dilakukan foto rontgen. Jika tumor tidak dapat di diagnosis  melalui foto rontgen atau jika menyebabkan nyeri, mungkin perlu dilakukan biopsi untuk menentukan apakah tumor tersebut bisa berkembang menjadi kanker atau tidak.
c.      Kondroblastoma
Kondroblastoma merupakan tumor yang jarang terjadi, yang tumbuh pada ujung tulang. Biasanya timbul pada usia 10-20 tahun. Tumor ini dapat menimbulkan nyeri, yang merupakan petunjuk adanya penyakit ini. Pengobatan terdiri dari pengangkatan melalui pembedahan; kadang setelah dilakukan pembedahan, tumor bisa tumbuh kembali.
d.     Fibroma Kondromiksoid
Fibroma Kondromiksoid merupakan tumor yang sangat jarang, yang terjadi pada usia kurang dari 30 tahun. Nyeri merupakan gejala yang biasa dikeluhkan. Tumor ini akan memberikan gambaran yang khas pada foto rontgen. Pengobatannya adalah pengangkatan melalui pembedahan.
e.      Osteoid Osteoma
Osteoid Osteoma adalah tumor yang sangat kecil, yang biasanya tumbuh dilengan atau tungkai, tetapi dapat terjadi pada semua tulang. Biasanya akan menimbulkan nyeri yang memburuk pada malam hari dan berkurang dengan pemberian aspirin dosis rendah. Kadang otot di sekitar tumor akan mengecil (atrofi) dan keadaan ini akan membaik setelah tumor diangkat. Skening tulang menggunakan pelacak radioaktif bisa membantu menentukan lokasi yang tepat dari tumor tersebut. Kadang-kadang tumor sulit ditentukan lokasinya dan perlu dilakukan pemeriksaan tambahan seperti CT scan dan foto rontgen dengan teknik yang khusus. Pengangkatan tumor melalui pembedahan merupakan satusatunya cara untuk mengurangi nyeri secara permanen. Bila penderita enggan menjalani pembedahan, untuk mengurangi nyeri bisa diberikan aspirin.
f.     Tumor Sel Raksasa
Tumor Sel Raksasa biasanya terjadi pada usia 20 tahun dan 30 tahun. Tumor ini umumnya tumbuh di ujung tulang dan dapat meluas ke jaringan di sekitarnya, biasanya menimbulkan nyeri. Pengobatan tergantung dari ukuran tumor. Tumor dapat diangkat melalui pembedahan dan lubang yang terbentuk bisa diisi dengan cangkokan tulang atau semen tulang buatan agar struktur tulang tetap terjaga. Pada tumo r yang sangat luas kadang perlu dilakukan pengangkatan satu segmen tulang yang terkena. Sekitar 10 % tumor akan muncul kembali setelah pembedahan, walaupun jarang tumor ini bisa tumbuh menjadi kanker.
D.    PATOFISIOLOGI BENIGNA BONE TUMOR
Tumor  merupakan proses yang biasanya makan waktu lama sekali, bermula ketika sel abnormal diubah oleh mutasi genetik dari DNA seluler. Sel abnormal ini membentuk klon dan mulai berfoliferasi secara abnormal, mengabaikan sinyal mengatur pertumbuhan dalam lingkungan sekitar sel tersebut kemudian dicapai suatu tahap dimana sel mendapatkan ciri-ciri invasif. Dan terjadi perubahan pada jaringan sekitarnya sel-sel tersebut menginfiltrasi jaringan sekitarnya dan memperoleh akses ke limfe dan pembuluh-pembuluh darah, melalui pembuluih darah tersebut sel-sel dapat terbawa ke area lain dalam tubuh untuk membentuk metastase.
Penyebaran limfogen terjadi karena sel kanker menyusup ke saluran limfe kemudian ikut aliran limfe menyebar dan menimbulkan metastasis di kelenjar limfe regional. Pada umumnya kanker mula-mula menyebar dengan cara ini baru kemudian menyebar hematogen, pada permulaan penyebaran hanya terjadi pada satu kelenjar limfe saja tetapi selanjutnya terjadi pada kelenjar limfe regional lainnya. Setelah menginfiltrasi kelenjar limfe sel kanker dapat menembus dinding struktur sekitar menimbulkan perlekatan. Kelenjar limfe satu dengan yang lain sehingga membentuk paket kelenjar limfe. Penyebaran hematogen terjadi akibat sel kanker menyusup ke kapiler darah kemudian masuk ke pembuluh darah dan menyebar mengikuti aliran darah vena sampai organ lain.
Tulang adalah suatu jaringan dinamis yang tersusun dari tiga jenis sel: osteoblas, osteosit, dan osteoklas. Osteoblas membangun tulang dengan membentuk kolagen tipe I dan proteoglikan sebagai matriks tulang atau jaringan osteoid melalui suatu proses yang disebut osifikasi. Ketika sedang aktif menghasilkan jaringan osteoid, osteoblas, mensekresikan sejumlah besar fosfatase alkali, yang memegang peranan dalam mengendapkan kalsium dan fosfat kedalam matriks tulang. Sebagian dari fosfotase alkali akan memasuki aliran darah, dengan demikian maka keadaan fosfotase alkali di dalam darah dapat menjadi indikator yang baik tentang pembentukan tulang setelah mengalami patah tulang atau pada kasus metastasis kanker ke tulang. Osteosit adalah sel-sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu lintasan untuk pertukaran kimiawi untuk tulang yang padat. Osteoklas adalah sel-sel besar berinti banyak yang memungkinkan mineral dan matriks tulang dapat diabsorbsi. Tidak seperti osteoblas dan osteosit, osteoklas adalah proses pengikisan tulang.
Metabolisme tulang diatur oleh beberapa hormon yaitu hormon kalsitonin, hormon paratiroid dan vit D. Suatu peningkatan kadar hormone kalsitonin mempunyai efek terjadinya peningkatan absorbsi ke dalam tulang sehingga mengakibatkan terjadinya pengapuran tulang yang menjadikan tulang-tulang rawan menjadi keras. Jika terjadi peningkatan hormon paratiroid (PTH) mempunyai efek langsung menyebabkan kalsium dan fosfat diabsorbsi dan bergerak memasuki serum. Di samping itu peningkatan kadar PTH secara perlahan-lahan menyebabkan peningkatan jumlah dan aktivitas osteoklas, sehingga terjadi demineralisasi. Peningkatan kadar kalsium serum pada hiperparatiroidisme dapat pula menimbulkan pembentukan batu ginjal. Vitamin D mempengaruhi deposisi dan absorbsi tulang seperti yang terlihat pada kadar PTH yang tinggi. 
  E.      MANIFESTASI KLINIS BENIGNA BONE TUMOR
Pasien umumnya memiliki riwayat nyeri berulang, memburuk pada malam hari dan biasanya tidak sanggup beraktivitas. Massa dan pembengkakan mungkin dapat diketahui dengan palpasi, tetapi gejala pokok (kehilangan berat badan, demam, berkeringat pada malam hari, lemas) biasanya tidak ditemukan, kecuali pada kasus tumor metastase.
Lesi yang berdekatan bergabung dan dapat menyebabkan tumor tidak terkendali, bernodul dan nyeri. Tumor jaringan lunak seringkali dirasakan kurang nyeri bahkan tidak nyeri. Nyeri ini disebabkan tertekannya saraf-saraf nyeri oleh massa. 
F.     PEMERIKSAAN PENUNJANG BENIGNA BONE TUMOR
Diagnosis didasarkan pada riwayat, pemeriksaan fisik, dan penunjang diagnosis seperti CT, mielogram, asteriografi, MRI, biopsi, dan pemeriksaan biokimia darah dan urine. Pemeriksaan foto toraks dilakukan sebagai prosedur rutin serta untuk follow-up adanya stasis pada paru-paru. Fosfatase alkali biasanya meningkat pada sarkoma osteogenik. Hiperkalsemia terjadi pada kanker tulang metastasis dari payudara, paru, dan ginjal. Gejala hiperkalsemia meliputi kelemahan otot, keletihan, anoreksia, mual, muntah, poliuria, kejang dan koma. Hiperkalsemia harus diidentifikasi dan ditangani segera. Biopsi bedah dilakukan untuk identifikasi histologik. Biopsi harus dilakukan untuk mencegah terjadinya penyebaran dan kekambuhan yang terjadi setelah eksesi tumor., (Rasjad, 2003). 
G.    PENETALAKSANAAN BENIGNA BONE TUMOR
Penatalaksanaan tumor tulang benigna biasanya tidak terlalu sulit dibanding dengan tumor tulang maligna. Pada tumor tulang benigna yang jelas, misalnya non-ossifying fibrosa, osteokondroma yang kecil biasanya tidak diperlukan tindakan khusus. Apabila jenis tumor diragukan maka perlu dilakukan pemeriksaan biopsi. Tujuan pengambilan biopsi adalah memperoleh material yang cukup untuk pemeriksaan histologis, untuk membantu menetapkan diagnosis serta staging tumor. Waktu pelaksanaan biopsi sangat penting sebab dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan radiologis yang dipergunakan pada staging.


BAB III
KONSEP KEPERAWATAN
A.    PENGKAJIAN
1.      Lakukan pengkajian fisik
2.      Observasi adanya manifestasi tumor tulang:
·         Nyeri lokal pada sisi yang sakit
·         Nyeri mungkin hebat atau dangkal
·         Sering hilang dengan posisi fleksi
·         Seringkali menimbulkan perhatian  bila anak pincang, membatasi aktivitas fisik sendiri dan tidak mampu menahan objek berat

3.      Periksa area yang sakit untuk status fungsional, tanda-tanda inflamasi, ukuran massa, keterlibatan nodus limfe regional, dan adanya bukti keterlibatan sistemik.
4.      Dapatkan riwayat kesehatan, terutama mengenal nyeri ( petunjuk untuk durasi dan kecepatan pertumbuhan tumor )
5.      Bantu dengan prosedur diagnostic dan tes misalnya : radiografi, tomografi, pemindaian tulang radioisotop, atau biopsy tulang bedah, tomografi paru, tes lain untuk diagnose banding, aspirasi sumsum tulang (sarcoma Ewing).
B.     DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.      Nyeri akut berhubungan dengan obstruksi jaringan saraf atau inflamasi.
2.      Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan dan kerusakan muskuloskeletal .
3.      Gangguan citra tubuh berhubungan dengan biofisik dan penanganan
4.      Ansietas berhubungan dengan ancaman kematian dan perubahan status kesehatan
5.      Resiko cedera berhubungan dengan tumor
6.      Resiko infeksi berhubungan dengan penyakit kronis dan kerusakan jaringan
C.    INTERVENSI
1.      Nyeri akut berhubungan dengan obstruksi jaringan saraf atau inflamasi.
Tujuan & Kriteria Hasil
Intervensi
Rasional
Pasien akan :
ü  Meningkatkan kenyamanan
ü  Dapat mengendalikan nyeri
ü  Dapat melaporkan karakteristik nyeri.
ü  Catat dan kaji lokasi dan intensitas nyeri (skala 0-10). Selidiki perubahan karakteristik nyeri
ü  Berikan tindakan kenyamanan (contoh ubah posisi sering, pijatan lembut).
ü  Berikan sokongan (support) pada ektremitas yang luka.
ü  Berikan lingkungan yang tenang.
ü  Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian analgetik, kaji efektifitas dari tindakan penurunan rasa nyeri.
·         Untuk mengetahui respon dan sejauh mana tingkat nyeri pasien.
·         Mencegah pergeseran tulang dan penekanan pada jaringan yang luka
·         Peningkatan vena return, menurunkan edema, dan mengurangi nyeri.
·         Agar pasien dapat beristirahat dan mencegah timbulnya stress
·         Untuk mengurangi rasa sakit / nyeri.

2.     Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan dan kerusakan muskuloskeletal
Tujuan & kriteria hasil
Intervensi
Rasional
Pasien akan :
ü  Menunjukkan mobilitas
ü  Melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari secara mandiri.
ü  Berikan terapi latihan fisik : ambulasi, keseimbangan, mobilitas sendi. 
ü  Bantu dan dorong perawatan diri
ü  Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal, mempertahankan  tonus otot, mempertahakan gerak sendi, mencegah kontraktur/atrofi dan mencegah reabsorbsi kalsium karena imobilisasi.
ü  Meningkatkan kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan klien.

3.     Gangguan citra tubuh berhubungan dengan biofisik dan penanganan
tujuan & kriteria hasil
Intervensi
Rasional
Pasien  akan :
üMenunjukkan adaptasi dengan ketunadayaan fisik, penyesuaian psikososial.
üMenunjukkan citra tubuh positif dan harga diri positif.
ü Menunjukkan kepuasan terhadap penampilan dan fungsi tubuh.
ü Menunjukkan keinginan untuk menyentuh bagian tubuh yang mengalami gangguan
ü  Bimbinngan antisipasi : persiapkan pasien terhadap kritis perkembangan atau kritis situasional
ü  Peningkatan citra tubuh : tingkatkan persepsi sadar dan tak sadar pasien serta sikap terhadap tubuh pasien
ü  Peningkatan koping : bantu pasien beradaptasi dengan persepsi stresor, perubahan atau ancaman
ü  Dapat membantu pasien /orang terdekat memulai proses adaptasi pada status baru dan menyiapkan beberapa untuk efek samping.
ü  Membantu mengartikan masalah sehubungan dengan pola hidup sebelumnya dan membantu pemecahan masalah. Contohnya, takut kehilamngan kemandirian, kemampuan bekerja, dsb.
ü  Meningkatkan kemandirian dan meningkatkan perasaan harga diri.
  
 4.      Ansietas berhubungan dengan ancaman kematian dan perubahan status kesehatan
Tujuan & kriteria hasil
Intervensi
Rasional
Pasien akan :
ü  Menunjukkan  rasa aman yang optimal
ü  Penurunan ansietas
ü   Teknik menenangkan diri
ü  Untuk Minimalkan  kekhawatiran, ketakutan, prasangka, atau perasaan tidak tenang yang berhubungan dengan sumber bahaya yang diantisipasi dan tidak jelas
ü  Untuk meredakan kecemasan pada pasien yang mengalami distres akut

5.      Resiko cedera berhubungan dengan tumor
Tujuan & kriteria hasil
Intervensi
Rasional
Pasien akan :
ü Pasien dan keluarga dapat mempersiapkan lingkungan yang aman.
ü Pasien dan keluarga dapat menghindari cidera fisik.
ü  Dapat memodofikasi gaya hidup untuk mengurangi resiko
ü  Menejemen lingkungan: pantau lingkungan fisik memfasilitasi keamanan.
ü  Berikan bimbingan dan pengalaman belajar tentang kesehatan individu yang kondusif.
ü  Identifikasi faktor resiko potensial terjadinya cidera.
ü  Mencegah potensi cedera dan memberikan keamanan  lingkungan sekitar pasien terhadap cedera.
ü   Untuk meningkatkan pengetahuan kesehatan pasien dalam mencegah faktor resiko cidera.
ü  Untuk mengetahui dan mencegah faktor resiko potensial yg dapat mengakibatkan cidera.

6.      Resiko infeksi berhubungan dengan penyakit kronis dan kerusakan jaringan
Tujuan & kriteria hasil
Intervensi
Rasional
Pasien akan :
ü  Terbebas dari tanda dan gejala infeksi
ü  Memperlihatkan higiene personal yang adekuat
ü  Pengendalian infeksi : minimalkan penyebaran dan penularan agens infeksius
ü  Perlindungan infeksi : cegah dan deteksi dini infeksi pada pasien yang beresiko
ü  Ajarkan klien dan keluarga cara menghindar infeksi.
ü   Mencegah terjadinya penyebaran agens yang menyebabkan infeksi.
ü  mengidentifikasi dini infeksi dan mencegah infeksi berlanjut
ü  agar klien dan keluarga dapat secara mandiri meenghindari infeksi tanpa bantuan perawat.


BAB IV
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Tumor tulang Benigna  memiliki prevalensi yang jarang (kurang dari 1% dari seluruh kasus tumor), namun tumor ini mengakibatkan dampak yang cukup fatal bagi penderitanya. Penderita tumor tulang seringkali merasakan nyeri yang hebat bahkan pasien tidak mampu menjalankan aktivitasnya. Selain itu penderita juga dapat berisiko mengalami cidera akibat fraktur patologik.
Peran perawat dalam penyembuhan dan perawatan klien sangat dibutuhkan, karena umumnya pada pasien tumor tulang ini pasien mengalami kesulitan bergerak. Bahkan efek dari tindakan medis juga cukup mengganggu, misalnya pada kemoterapi dan pembedahan. Oleh karena itu perawat juga harus mengetahui tumor tulang Benigna dan Maligna secara menyeluruh. Hal ini ditujukan agar perawat mampu bertindak secara profesional dalam asuhan keperawatan dan memberikan perawatan yang supportif pada penderita tumor tulang.

B.     SARAN
Kami  selaku penyusun makalah ini, kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari dosen, agar penyusunan makalah kedepannya dapat menjadi lebih sempurna dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi teman- teman yang membacanya.