BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Sistem organ dalam tubuh manusia ada beberapa macam, diantaranya adalah
sistem muskuloskeletal. Sistem muskuloskeletal merupakan penunjang bentuk
tubuh, membantu proses pergerakan, serta melindungi organ-organ tubuh yang
lunak. Komponen utama dari sistem muskuloskeletal merupakan jaringan ikat.
Sistem ini terdiri atas tulang, sendi, otot rangka, tendon, ligamen, bursa, dan
jaringan-jaringan khusus yang menghubungkan struktur-struktur tersebut
(Patofisiologi, 2002).
Dari berbagai macam jaringan yang menyusun sistem ini, bermacam-macam pula
gangguan yang dapat ditimbulkan. Salah satu gangguan itu yaitu Benigna Bone Tumor. Tumor ini sering terjadi pada anak-anak, karena sifatnya
yang jinak tumor ini tidak berbahaya. Tumor-tumor jaringan lunak merupakan
suatu golongan heterogen kelainan-kelainan yang berasal dari jaringan asal
mesodermal. Dalam jaringan ini termasuk organ gerak, seperti otot-otot dan
tendon, kapsula, sendi dan juga semua struktur lemak dan jaringan ikat
penyangga, yang berada diantara komponen-komponen epitelial dan di sekitar
organ-organ. Tumor tulang Benigna memiliki prevalensi yang jarang (kurang dari
1% dari seluruh kasus tumor), namun tumor ini mengakibatkan dampak yang cukup
fatal bagi penderitanya. Penderita tumor tulang seringkali merasakan nyeri yang
hebat bahkan pasien tidak mampu menjalankan aktivitasnya.
Peran perawat dalam penyembuhan dan perawatan klien sangat dibutuhkan,
karena umumnya pada pasien tumor tulang ini pasien mengalami kesulitan
bergerak. Bahkan efek dari tindakan medis juga cukup mengganggu, misalnya pada
kemoterapi dan pembedahan. Oleh karena itu perawat juga harus mengetahui tumor
tulang Benigna dan Maligna secara menyeluruh. Hal ini ditujukan agar perawat
mampu bertindak secara profesional dalam asuhan keperawatan dan memberikan
perawatan yang supportif pada penderita tumor tulang.
B. RUMUSAN MASALAH
1.
Apa Definisi Benigna
Bone Tumor?
2.
Apa Etiologi Benigna Bone Tumor ?
3.
Apa Saja Klasifikasi Tumor?
4.
Bagaimana Patofisiologi Benigna Bone Tumor ?
5.
Apa Manifestasi Benigna Bone Tumor ?
6.
Bagaimana Pemeriksaan Penunjang Benigna Bone Tumor ?
7.
Bagaimana Penatalaksanaan Medis Benigna Bone Tumor ?
8.
Bagaimana Asuhan Keperawatan Klien Dengan Benigna Bone
Tumor?
C. TUJUAN
1.
Untuk Mengetahui Definisi Benigna Bone Tumor.
2.
Untuk Mengetahui Etiologi Benigna Bone Tumor.
3.
Untuk Mengetahui Klasifikasi Tumor.
4.
Untuk Mengetahui Patofisiologi Benigna Bone Tumor.
5.
Untuk mengetahui Manifestasi Benigna Bone Tumor.
6.
Untuk Mengetahui Pemeriksaan Penunjang Benigna Bone Tumor.
7.
Untuk Mengetahui Penatalaksanaan Medis Benigna Bone Tumor.
8.
Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan Klien Dengan
Benigna Bone Tumor.
BAB II
KONSEP MEDIS
A.
DEFINISI
BENIGNA BONE TUMOR
Tumor Tulang Jinak (Benigna Bone Tumor) adalah pertumbuhan abnormal pada sel-sel di
dalam tulang yang kemungkinannya benigna (non kanker) atau tumor jinak
(benigna) tidak menyerang dan menghancurkan tissue (sekumpulan sel
terinterkoneksi yang membentuk fungsi serupa dalam suatu organisme) yang
berdekatan, tetapi mampu tumbuh membesar secara lokal. Biasanya setelah
dilakukan operasi pengangkatan (tumor jinak), tumor jenis ini tidak akan
muncul lagi.
B.
ETIOLOGI
BENIGNA BONE TUMOR
Penyebab dari tumor tulang tidak diketahui. Tumor
tulang biasanya muncul pada area yang sedang mengalami pertumbuhan yang
cepat. Tetapi pada penelitian biomolekuler lebih lanjut ditemukan
beberapa mekanisme terjadinya neoplasma tulang, yaitu melalui
identifikasi mutasi genetik yang spesifik dan penyimpangan kromosom pada
tumor. Keabnormalan dari gen supresor tumor dan gen pencetus oncogen.
Menurut
penelitian juga disebutkan bahwa terjadinya mutasi cromosom P53 dan Rb juga
dapat menjadi penyebab terjadinya tumor (Robins
1999, 551, “Basic of Pathology
Disease”). Selain itu penyebabnya bisa karena adanya trauma dan infeksi
yang berulang misalnya Bone infarct,
osteomyelitis chronic paget
disease. Faktor lingkungan berupa paparan radiasi dan zat karsinogenik
(timbal, karbon dan bahan metal lain), serta gaya hidup (perokok, alkoholik,
dan sering terpapar stress) juga merupakan factor predisposisi terjadinya tumor
tulang ini.
C.
KLASIFIKASI
BENIGNA BONE TUMOR
a.
Osteokondroma
Osteokondroma
(Eksostosis Osteokartilaginous)
merupakan tumor tulang jinak yang paling sering ditemukan. Biasanya menyerang
usia 10-20 tahun. Tumor ini tumbuh pada permukaan tulang sebagai benjolan yang
keras. Penderita dapat memiliki satu atau beberapa benjolan, 10% dari penderita
yang memiliki beberapa osteokondroma, akan mengalami kelaganasan tulang yang
disebut kondrosarkoma, tetapi
penderita yang hanya memiliki satu osterokondroma, tidak akan menderita
kondrosarkoma.
b. Kondroma Jinak
Kondroma
Jinak biasanya terjadi pada usia 10-30 tahun, timbul dibagian tengah tulang.
Beberapa jenis kondroma menyebabkan nyeri. Jika tidak menimbulkan nyeri, tidak
perlu diangkat atau diobati. Untuk memantau perkembangannya, dilakukan foto
rontgen. Jika tumor tidak dapat di diagnosis melalui foto rontgen atau
jika menyebabkan nyeri, mungkin perlu dilakukan biopsi untuk menentukan apakah tumor tersebut bisa berkembang
menjadi kanker atau tidak.
c. Kondroblastoma
Kondroblastoma
merupakan tumor yang jarang terjadi, yang tumbuh pada ujung tulang. Biasanya timbul
pada usia 10-20 tahun. Tumor ini dapat menimbulkan nyeri, yang merupakan
petunjuk adanya penyakit ini. Pengobatan terdiri dari pengangkatan melalui
pembedahan; kadang setelah dilakukan pembedahan, tumor bisa tumbuh kembali.
d. Fibroma Kondromiksoid
Fibroma
Kondromiksoid merupakan tumor yang sangat jarang, yang terjadi pada usia kurang
dari 30 tahun. Nyeri merupakan gejala yang biasa dikeluhkan. Tumor ini akan
memberikan gambaran yang khas pada foto rontgen. Pengobatannya adalah
pengangkatan melalui pembedahan.
e. Osteoid Osteoma
Osteoid
Osteoma adalah tumor yang sangat kecil, yang biasanya tumbuh dilengan atau
tungkai, tetapi dapat terjadi pada semua tulang. Biasanya akan menimbulkan
nyeri yang memburuk pada malam hari dan berkurang dengan pemberian aspirin
dosis rendah. Kadang otot di sekitar tumor akan mengecil (atrofi) dan keadaan
ini akan membaik setelah tumor diangkat. Skening tulang menggunakan pelacak
radioaktif bisa membantu menentukan lokasi yang tepat dari tumor tersebut.
Kadang-kadang tumor sulit ditentukan lokasinya dan perlu dilakukan pemeriksaan
tambahan seperti CT scan dan foto rontgen dengan teknik yang khusus.
Pengangkatan tumor melalui pembedahan merupakan satusatunya cara untuk
mengurangi nyeri secara permanen. Bila penderita enggan menjalani pembedahan,
untuk mengurangi nyeri bisa diberikan aspirin.
f. Tumor Sel Raksasa
Tumor Sel
Raksasa biasanya terjadi pada usia 20 tahun dan 30 tahun. Tumor ini umumnya
tumbuh di ujung tulang dan dapat meluas ke jaringan di sekitarnya, biasanya
menimbulkan nyeri. Pengobatan tergantung dari ukuran tumor. Tumor dapat
diangkat melalui pembedahan dan lubang yang terbentuk bisa diisi dengan
cangkokan tulang atau semen tulang buatan agar struktur tulang tetap terjaga.
Pada tumo r yang sangat luas kadang perlu dilakukan pengangkatan satu segmen
tulang yang terkena. Sekitar 10 % tumor akan muncul kembali setelah pembedahan,
walaupun jarang tumor ini bisa tumbuh menjadi kanker.
D.
PATOFISIOLOGI
BENIGNA BONE TUMOR
Tumor merupakan proses yang biasanya
makan waktu lama sekali, bermula ketika sel abnormal diubah oleh mutasi genetik
dari DNA seluler. Sel abnormal ini membentuk klon dan mulai berfoliferasi
secara abnormal, mengabaikan sinyal mengatur pertumbuhan dalam lingkungan
sekitar sel tersebut kemudian dicapai suatu tahap dimana sel mendapatkan
ciri-ciri invasif. Dan terjadi perubahan pada jaringan sekitarnya sel-sel
tersebut menginfiltrasi jaringan sekitarnya dan memperoleh akses ke limfe dan
pembuluh-pembuluh darah, melalui pembuluih darah tersebut sel-sel dapat terbawa
ke area lain dalam tubuh untuk membentuk metastase.
Penyebaran limfogen terjadi karena sel kanker menyusup ke saluran limfe
kemudian ikut aliran limfe menyebar dan menimbulkan metastasis di kelenjar
limfe regional. Pada umumnya kanker mula-mula menyebar dengan cara ini baru
kemudian menyebar hematogen, pada permulaan penyebaran hanya terjadi pada satu
kelenjar limfe saja tetapi selanjutnya terjadi pada kelenjar limfe regional
lainnya. Setelah menginfiltrasi kelenjar limfe sel kanker dapat menembus
dinding struktur sekitar menimbulkan perlekatan. Kelenjar limfe satu dengan
yang lain sehingga membentuk paket kelenjar limfe. Penyebaran hematogen terjadi
akibat sel kanker menyusup ke kapiler darah kemudian masuk ke pembuluh darah
dan menyebar mengikuti aliran darah vena sampai organ lain.
Tulang adalah suatu jaringan dinamis yang tersusun dari tiga jenis sel:
osteoblas, osteosit, dan osteoklas. Osteoblas
membangun tulang dengan membentuk kolagen tipe I dan proteoglikan
sebagai matriks tulang atau jaringan osteoid melalui suatu proses yang disebut osifikasi. Ketika sedang aktif
menghasilkan jaringan osteoid, osteoblas, mensekresikan sejumlah besar
fosfatase alkali, yang memegang peranan dalam mengendapkan kalsium dan fosfat
kedalam matriks tulang. Sebagian dari fosfotase alkali akan memasuki aliran
darah, dengan demikian maka keadaan fosfotase alkali di dalam darah dapat
menjadi indikator yang baik tentang pembentukan tulang setelah mengalami patah
tulang atau pada kasus metastasis kanker ke tulang. Osteosit adalah sel-sel tulang dewasa yang bertindak sebagai
suatu lintasan untuk pertukaran kimiawi untuk tulang yang padat. Osteoklas adalah sel-sel besar
berinti banyak yang memungkinkan mineral dan matriks tulang dapat diabsorbsi.
Tidak seperti osteoblas dan osteosit, osteoklas adalah proses pengikisan
tulang.
Metabolisme tulang diatur oleh beberapa hormon yaitu hormon kalsitonin,
hormon paratiroid dan vit D. Suatu peningkatan kadar hormone kalsitonin
mempunyai efek terjadinya peningkatan absorbsi ke dalam tulang sehingga
mengakibatkan terjadinya pengapuran tulang yang menjadikan tulang-tulang rawan
menjadi keras. Jika terjadi peningkatan hormon paratiroid (PTH) mempunyai efek
langsung menyebabkan kalsium dan fosfat diabsorbsi dan bergerak memasuki serum.
Di samping itu peningkatan kadar PTH secara perlahan-lahan menyebabkan
peningkatan jumlah dan aktivitas osteoklas, sehingga terjadi demineralisasi.
Peningkatan kadar kalsium serum pada hiperparatiroidisme dapat pula menimbulkan
pembentukan batu ginjal. Vitamin D mempengaruhi deposisi dan absorbsi tulang
seperti yang terlihat pada kadar PTH yang tinggi.
E.
MANIFESTASI KLINIS BENIGNA BONE TUMOR
Pasien umumnya memiliki riwayat nyeri berulang, memburuk pada malam hari
dan biasanya tidak sanggup beraktivitas. Massa dan pembengkakan mungkin dapat
diketahui dengan palpasi, tetapi gejala pokok (kehilangan berat badan, demam,
berkeringat pada malam hari, lemas) biasanya tidak ditemukan, kecuali pada
kasus tumor metastase.
Lesi yang
berdekatan bergabung dan dapat menyebabkan tumor tidak terkendali, bernodul dan
nyeri. Tumor jaringan lunak seringkali dirasakan kurang nyeri bahkan tidak
nyeri. Nyeri ini disebabkan tertekannya saraf-saraf nyeri oleh massa.
F.
PEMERIKSAAN
PENUNJANG BENIGNA BONE TUMOR
Diagnosis didasarkan pada riwayat, pemeriksaan fisik, dan penunjang
diagnosis seperti CT, mielogram, asteriografi, MRI, biopsi, dan pemeriksaan
biokimia darah dan urine. Pemeriksaan foto toraks dilakukan sebagai prosedur
rutin serta untuk follow-up adanya stasis pada paru-paru. Fosfatase alkali
biasanya meningkat pada sarkoma osteogenik. Hiperkalsemia terjadi pada kanker
tulang metastasis dari payudara, paru, dan ginjal. Gejala hiperkalsemia
meliputi kelemahan otot, keletihan, anoreksia, mual, muntah, poliuria, kejang
dan koma. Hiperkalsemia harus diidentifikasi dan ditangani segera. Biopsi bedah
dilakukan untuk identifikasi histologik. Biopsi harus dilakukan untuk mencegah
terjadinya penyebaran dan kekambuhan yang terjadi setelah eksesi tumor.,
(Rasjad, 2003).
G.
PENETALAKSANAAN
BENIGNA BONE TUMOR
Penatalaksanaan tumor tulang benigna biasanya tidak terlalu sulit dibanding
dengan tumor tulang maligna. Pada tumor tulang benigna yang jelas, misalnya
non-ossifying fibrosa, osteokondroma yang kecil biasanya tidak diperlukan
tindakan khusus. Apabila jenis tumor diragukan maka perlu dilakukan pemeriksaan
biopsi. Tujuan pengambilan biopsi adalah memperoleh material yang cukup untuk
pemeriksaan histologis, untuk membantu menetapkan diagnosis serta staging
tumor. Waktu pelaksanaan biopsi sangat penting sebab dapat mempengaruhi hasil
pemeriksaan radiologis yang dipergunakan pada staging.
BAB
III
KONSEP
KEPERAWATAN
A.
PENGKAJIAN
1.
Lakukan pengkajian fisik
2.
Observasi adanya manifestasi tumor tulang:
·
Nyeri lokal pada sisi yang sakit
·
Nyeri mungkin hebat atau dangkal
·
Sering hilang dengan posisi fleksi
·
Seringkali menimbulkan perhatian bila anak
pincang, membatasi aktivitas fisik sendiri dan tidak mampu menahan objek berat
3.
Periksa area yang sakit untuk status fungsional,
tanda-tanda inflamasi, ukuran massa, keterlibatan nodus limfe regional, dan
adanya bukti keterlibatan sistemik.
4.
Dapatkan riwayat kesehatan, terutama mengenal nyeri (
petunjuk untuk durasi dan kecepatan pertumbuhan tumor )
5.
Bantu dengan prosedur diagnostic dan tes misalnya :
radiografi, tomografi, pemindaian tulang radioisotop, atau biopsy tulang bedah,
tomografi paru, tes lain untuk diagnose banding, aspirasi sumsum tulang
(sarcoma Ewing).
B.
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
1.
Nyeri akut berhubungan dengan obstruksi jaringan saraf
atau inflamasi.
2.
Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan
kekuatan dan kerusakan muskuloskeletal .
3.
Gangguan citra tubuh berhubungan dengan biofisik dan
penanganan
4.
Ansietas berhubungan dengan ancaman kematian dan
perubahan status kesehatan
5.
Resiko cedera berhubungan dengan tumor
6.
Resiko infeksi berhubungan dengan penyakit kronis dan
kerusakan jaringan
C.
INTERVENSI
1. Nyeri akut
berhubungan dengan obstruksi jaringan saraf atau inflamasi.
Tujuan &
Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
Pasien akan :
ü Meningkatkan
kenyamanan
ü Dapat
mengendalikan nyeri
ü Dapat
melaporkan karakteristik nyeri.
|
ü Catat dan kaji lokasi dan intensitas nyeri (skala
0-10). Selidiki perubahan karakteristik nyeri
ü Berikan tindakan kenyamanan (contoh ubah posisi
sering, pijatan lembut).
ü Berikan sokongan (support) pada ektremitas yang
luka.
ü Berikan lingkungan yang tenang.
ü Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian
analgetik, kaji efektifitas dari tindakan penurunan rasa nyeri.
|
· Untuk mengetahui respon dan sejauh mana tingkat
nyeri pasien.
· Mencegah pergeseran tulang dan penekanan pada
jaringan yang luka
· Peningkatan vena return, menurunkan edema, dan
mengurangi nyeri.
· Agar pasien dapat beristirahat dan mencegah timbulnya
stress
· Untuk mengurangi rasa sakit / nyeri.
|
2.
Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan
kekuatan dan kerusakan muskuloskeletal
Tujuan & kriteria hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
Pasien akan :
ü Menunjukkan
mobilitas
ü Melakukan
aktivitas kehidupan sehari-hari secara mandiri.
|
ü Berikan
terapi latihan fisik : ambulasi, keseimbangan, mobilitas sendi.
ü Bantu dan dorong perawatan diri
|
ü Meningkatkan
sirkulasi darah muskuloskeletal, mempertahankan tonus otot, mempertahakan gerak sendi,
mencegah kontraktur/atrofi dan mencegah reabsorbsi kalsium karena
imobilisasi.
ü Meningkatkan
kemandirian klien dalam perawatan diri sesuai kondisi keterbatasan klien.
|
3.
Gangguan citra tubuh berhubungan dengan biofisik dan
penanganan
tujuan
& kriteria hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
Pasien akan :
üMenunjukkan adaptasi dengan ketunadayaan
fisik, penyesuaian psikososial.
üMenunjukkan citra tubuh positif dan
harga diri positif.
ü Menunjukkan kepuasan terhadap penampilan
dan fungsi tubuh.
ü Menunjukkan keinginan untuk menyentuh
bagian tubuh yang mengalami gangguan
|
ü Bimbinngan
antisipasi : persiapkan pasien terhadap kritis perkembangan atau kritis
situasional
ü Peningkatan
citra tubuh : tingkatkan persepsi sadar dan tak sadar pasien serta sikap
terhadap tubuh pasien
ü Peningkatan
koping : bantu pasien beradaptasi dengan persepsi stresor, perubahan atau
ancaman
|
ü Dapat
membantu pasien /orang terdekat memulai proses adaptasi pada status baru dan
menyiapkan beberapa untuk efek samping.
ü Membantu
mengartikan masalah sehubungan dengan pola hidup sebelumnya dan membantu
pemecahan masalah. Contohnya, takut kehilamngan kemandirian, kemampuan
bekerja, dsb.
ü Meningkatkan
kemandirian dan meningkatkan perasaan harga diri.
|
4.
Ansietas berhubungan dengan ancaman kematian dan
perubahan status kesehatan
Tujuan
& kriteria hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
Pasien
akan :
ü Menunjukkan rasa aman yang optimal
|
ü Penurunan
ansietas
ü Teknik menenangkan diri
|
ü Untuk
Minimalkan kekhawatiran, ketakutan,
prasangka, atau perasaan tidak tenang yang berhubungan dengan sumber bahaya
yang diantisipasi dan tidak jelas
ü Untuk meredakan
kecemasan pada pasien yang mengalami distres akut
|
5.
Resiko cedera berhubungan dengan tumor
Tujuan
& kriteria hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
Pasien akan :
ü Pasien dan keluarga dapat mempersiapkan
lingkungan yang aman.
ü Pasien dan keluarga dapat menghindari
cidera fisik.
ü Dapat memodofikasi
gaya hidup untuk mengurangi resiko
|
ü Menejemen lingkungan: pantau lingkungan fisik
memfasilitasi keamanan.
ü Berikan bimbingan dan pengalaman belajar tentang
kesehatan individu yang kondusif.
ü Identifikasi
faktor resiko potensial terjadinya cidera.
|
ü Mencegah
potensi cedera dan memberikan keamanan
lingkungan sekitar pasien terhadap cedera.
ü Untuk meningkatkan pengetahuan kesehatan
pasien dalam mencegah faktor resiko cidera.
ü Untuk
mengetahui dan mencegah faktor resiko potensial yg dapat mengakibatkan
cidera.
|
6. Resiko infeksi
berhubungan dengan penyakit kronis dan kerusakan jaringan
Tujuan
& kriteria hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
Pasien akan :
ü Terbebas dari
tanda dan gejala infeksi
ü Memperlihatkan
higiene personal yang adekuat
|
ü Pengendalian
infeksi : minimalkan penyebaran dan penularan agens infeksius
ü Perlindungan
infeksi : cegah dan deteksi dini infeksi pada pasien yang beresiko
ü Ajarkan klien
dan keluarga cara menghindar infeksi.
|
ü Mencegah terjadinya penyebaran agens yang
menyebabkan infeksi.
ü mengidentifikasi
dini infeksi dan mencegah infeksi berlanjut
ü agar klien
dan keluarga dapat secara mandiri meenghindari infeksi tanpa bantuan perawat.
|
BAB
IV
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Tumor tulang Benigna memiliki prevalensi yang jarang (kurang dari
1% dari seluruh kasus tumor), namun tumor ini mengakibatkan dampak yang cukup
fatal bagi penderitanya. Penderita tumor tulang seringkali merasakan nyeri yang
hebat bahkan pasien tidak mampu menjalankan aktivitasnya. Selain itu penderita
juga dapat berisiko mengalami cidera akibat fraktur patologik.
Peran perawat dalam
penyembuhan dan perawatan klien sangat dibutuhkan, karena umumnya pada pasien
tumor tulang ini pasien mengalami kesulitan bergerak. Bahkan efek dari tindakan
medis juga cukup mengganggu, misalnya pada kemoterapi dan pembedahan. Oleh
karena itu perawat juga harus mengetahui tumor tulang Benigna dan Maligna
secara menyeluruh. Hal ini ditujukan agar perawat mampu bertindak secara
profesional dalam asuhan keperawatan dan memberikan perawatan yang supportif
pada penderita tumor tulang.
B.
SARAN
Kami
selaku penyusun makalah ini, kami sangat mengharapkan kritik dan saran
dari dosen, agar penyusunan makalah kedepannya dapat menjadi lebih sempurna dan
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi teman- teman yang membacanya.